Selamat datang di fic baruku. Nama saya Ai-chan. Dan ini adalah fic pertama saya di random Kamichama Karin. Untuk fic-fic saya yang masih progress sepertinya tidak bisa saya lanjutkan. Sehubungan dengan penyakit lupa saya, jadi, saya mohon maaf kepada para readers yang menunggu fic saya *emang ada yang nunggu?*

Yaps, langsung saja mari kita mulai ceritanya.

Summary : "It's about our secret". Rahasia antara Karin dan Kazune. Mereka mempunyai hubungan spesial, mereka sepakat untuk menyembunyikan rahasia itu dari semua orang. Namun, semua menjadi tidak mungkin ketika Kazune tidak bisa menahan perasaannya. (Bad summary)

Rating : T++++ (plak)

Pairing : Hanazono Karin dan Kujyou Kazune

Warning : Typo, OOC, OOT, gaje, mengada-ada

~Kamichama Karin~

Secret : Ospek

Ospek. Satu kata yang bisa membuat para pelajar yang berpindah dari bangku sekolah menuju bangku kuliah takut bukan kepalang. Mendengar kata ospek sama menyeramkannya dengan melihat film horor. Tidak sedikit orang berpikir bahwa ospek adalah ajang balas dendam para senior. Memang tidak seluruhnya salah, tergantung sudut pandang perorangan saja.

Berbicara tentang ospek, hari ini adalah hari pertama atau hari pembukaan acara ospek untuk Karin. Setelah belajar sekuat tenaga agar bisa lolos dari ujian masuk universitas, akhirnya jalan masuk menuju bangku perkuliahan terbuka juga untuknya.

Setelah tau dia lolos, tentu Karin sangat bahagia. Namun, ketika dia akan mengikuti acara ospek, rasa bahagia itu langsung lenyap.

Sedikit pemberitahuan bahwa disini Karin mengikuti acara ospek dengan orang yang lebih muda satu tahun darinya. Dengan kata lain dia menunggu selama satu tahun lagi untuk ikut tes masuk.

Langsung saja mari kita tengok di kediaman Karin.

...

"Kazune, sialan. Dia sengaja membuatku bangun kesiangan agar aku datang terlambat!" Karin berteriak seraya berlari kesana-kemari.

"Bagaimana kalau aku dihukum? Aku tidak mau kesan pertama ospekku dibuka dengan hukuman," Karin menggumam sendiri sambil sibuk mengepang rambutnya.

Selesai merapikan pakaian, Karin berlari menuruni tangga. Cepat-cepat dia menutup dan mengunci pintu rumah. Beruntung karena satu taxi melaju pelan di depan rumahnya. Tanpa menunggu lama Karin masuk ke dalam taxi tersebut.

...

Karin berlari tergopoh ketika melihat para peserta ospek sudah berbaris di lapangan. Dia bisa bernafas lega karena upacara pembukaan belum dimulai.

Setelah berada di dalam salah satu barisan, Karin mencoba menenangkan deru nafasnya. Pagi-pagi sudah harus berlari-lari. Lebih sial lagi dia baru sadar bahwa dia belum sarapan.

Dalam hati dia kembali menyalahkan Kazune, 'Sial, awas saja kau blonde cengeng. Kau belum pernah merasakan amarahku. Kau akan menyesal'.

Hari masih pagi, namun, sinar matahari terlihat sudah menusuk dan terik sekali. Para peserta ospek bernafas lega ketika upacara pembuka selesai dan mereka diperbolehkan untuk masuk ke dalam kelas masing-masing.

Ketika Karin akan mengambil ranselnya, tiba-tiba ada sekumpulan senior mengelilingi Karin. Dengan senyum tanpa salah, dia bertanya, "Maaf, ada perlu apa ya kak?"

"Jangan sok manis. Cepat berdiri di tengah lapangan!" satu senior berambut hitam kepang dua membentak Karin.

"Maaf kak, tapi saya salah apa ya?" Karin bertanya dengan polosnya.

Tanpa menjawab pertanyaan Karin, senior berambut hitam kepang dua itu menarik rambut Karin kearah tengah lapangan, "Berdiri disini dan lihat sekelilingmu!"

Dengan angkuh senior tersebut berjalan ke tepi lapangan. Meninggalkan Karin sendirian.

Di tengah lapangan Karin meringis kesakitan merasakan kulit kepalanya yang berdenyut sakit. Tarikan paksa oleh seniornya tadi membuat kepalanya pusing. Pelan-pelan dia mengelus kepalanya.

"Apa sih anak tadi. Seenaknya sendiri main kekerasan. Sakit tau," Karin menggumam dan mulai mengedarkan pandangan kesekeliling.

Mata Karin membulat. Perlahan dia mengepalkan tangannya dan menggeram pelan, "Kazune, kau pasti akan menyesal seumur hidup."

Disekeliling Karin sekarang, lebih tepatnya para peserta ospek yang lainnya, menggerai rambut. Pita putih kecil dijadikan sebagai bandana.

Perlu diketahui bahwa Karin saat ini sedang mengepang dua rambutnya. Itulah sebabnya dia disuruh berdiri di tengah lapangan.

...

Karin POV

Sudah berjam-jam aku berdiri di tengah lapangan. Kakiku rasanya sudah hilang, aku merasa tidak memiliki kaki. Rasa lapar yang kurasakan tak kunjung mereda. Terik matahari pun semakin menyengat.

Entah sampai kapan aku harus berdiri disini. Makin lama pun kesadaranku semakin menurun. Tidak ada orang yang berlalu-lalang didepanku. Ah, mungkin sekarang waktunya materi. Mereka semua berada didalam kelas.

Kami-sama, sampai kapan aku harus berdiri disini. Jika aku pingsan sekarang, tidak akan ada orang yang tau. Bisa-bisa aku tewas disini. Dan keesokan harinya berita tentang kematianku akan menjadi hot news di koran dengan judul 'Mahasiswi meninggal dunia di hari pertama ospek'. Tidak elit, kan?

Peluh tak henti bercucuran melewati dahiku. Bahkan untuk mengangkat tangan saja tidak bisa. Bibirku pun bungkam tak bisa bergerak sedikitpun.

Mataku mulai berkunang. Ah, akhirnya saat ini tiba juga. Aku tidak peduli lagi aku akan pingsan atau apa. Kalau aku meninggal disini, Kazune adalah orang pertama yang akan ku hantui. Setelah itu si senior kepang dua itu.

Eh, kenapa aku bisa melihat Kazune dari kejauhan? Apa aku sudah meninggal? Apa benar? Mungkin saja iya, rasanya aku sudah tidak memiliki raga lagi.

Ketika Kazune berjalan lebih mendekat, aku bisa melihat ekspresi marahnya. Disamping Kazune ada senior kepang dua berjalan menyelaraskan langkah Kazune yang lebar. Wajah senior tersebut terlihat panik. Dia pun tak henti-hentinya komat-kamit disamping Kazune.

Mata Kazune bertemu pandang denganku. Dia terbelalak dan segera berlari mendekat.

Suara terakhir yang ku dengar sebelum aku kehilangan kesadaran adalah teriakan Kazune yang memanggil namaku.

...

Mataku terbuka perlahan. Bau menyengat disekelilingku sungguh mengganggu. Ketika aku tersadar sepenuhnya, aku sudah terbaring diatas kasur disebuah ruangan.

Badanku masih kaku. Aku hanya bisa memperhatikan ruangan ini melalui ujung mataku.

Aku terbelalak. Disampingku Kazune tidur. Bisa ku rasakan tangannya sedang menggenggam tanganku.

"Kazune," bisikku pelan.

Kalau ada orang lain yang melihat, bisa-bisa mereka berpikiran yang tidak-tidak.

"Kazune, cepat bangun!" aku mulai meninggikan suaraku.

Untung saja Kazune bisa langsung terbangun. Matanya yang masih terbuka sedikit menatapku. Ah, sudah lama juga aku tidak melihat ekspresinya yang seperti ini.

"Karin! Kau sudah bangun?!" Kazune berseru.

Aku melototinya, "Apa yang kau lakukan? Kalau sampai ada orang lain tau, mereka pasti berpikir aneh-aneh. Cepat pergi dari sini!"

Seperti tidak mendengarkan ucapanku, Kazune kembali duduk. Tangannya membelai pelan rambutku. Tanpa ragu dia menempelkan dahinya diatas dahiku.

Blush.

"A-apa yang kau lakukan?" aku terbata. Jantungku bekerja lebih keras karena posisi ini.

Jemari Kazune membelai pipiku. Rasanya dingin sekali, tapi terasa nyaman.

"Maaf," bisikan Kazune terdengar jelas ditelingaku. Kali ini aku yang terbelalak.

"Kenapa meminta maaf?" pertanyaan yang tidak masuk akal ku lontarkan.

Kazune bangkit, tapi jemarinya masih membelai pipiku, "Ini salahku. Andai kemarin malam aku tidak memintamu sampai pagi, mungkin kau tidak akan terkena hukuman."

Oh, ternyata tentang hukuman tadi.

"Aku sudah memarahi Rika, dia benar-benar keterlaluan memperlakukanmu sampai seperti ini," pancaran mata Kazune terlihat marah bercampur menyesal.

Aku tersenyum dan menggenggam jemari Kazune, "Sudahlah, aku bersyukur kau datang tepat waktu," aku harap aku bisa menenangkan Kazune.

Kazune ikut tersenyum, "Akan ku ambilkan sarapan untukmu."

Setelah Kazune berlalu, aku baru sadar. Ku perhatikan sekelilingku. Aku bisa bernafas lega karena tidak ada tanda-tanda akan ada orang muncul.

Kazune kembali sambil membawa nampan berisi makanan. Mataku berbinar melihat ada sepiring nasi belut disana.

Sial, badanku masih belum bisa menopang berat badanku sendiri. Kazune yang sadar aku ingin duduk tersenyum geli terlebih dahulu sebelum membantu aku duduk.

"Kau ini selalu saja terlalu bersemangat ketika melihat ada belut," Kazune terus terkikik.

"Aku sudah lapar tauk, harusnya kau sadar," perutku semakin menari-nari ingin diisi ketika melihat nasi belut lebih dekat. Tanganku mencoba untuk meraih nampan.

Kazune menahanku, "Untuk menembus kesalahanku, aku akan menyuapi sarapan pagimu."

Aku menurut saja. Toh yang penting aku makan nasi belut.

"Ngomong-ngomong ini di klinik kan? Kenapa tidak ada penjaga kliniknya?" aku kembali memperhatikan ruangan yang ku tempati saat ini.

Sambil menyodorkan satu sendok nasi, dengan santai Kazune menjawab, "Ini klinik khusus untukku. Klinik ini berada di ruanganku. Jadi, jangan takut ada orang lain yang akan memergoki kita."

Oh, benar saja sedari tadi Kazune bersikap tenang. Kalau begini aku juga tidak khawatir.

"Kenapa kau tidak menepi ke pinggir lapangan jika kau sudah tidak kuat?" Kazune bertanya sambil menyodorkan suapan terakhir.

"Jika aku berlaku seenaknya sendiri, bisa-bisa hukumanku bertambah. Lebih baik aku pingsan. Yang repot juga bukan aku," sengaja nadanya ku buat sebal.

Kazune tertawa pelan, dia mengacak rambutku, "Andai kau melihat wajah Rika ketika ku marahi kau pasti akan lebih puas."

Ku gembungkan pipiku. Aku benar-benar sebal mengingat wajah senior itu.

"Marahi saja dia setiap hari agar dia tidak melakukan sesuatu seenaknya sendiri. Andai dia tau siapa aku, dia pasti akan bungkam."

"Memangnya kau ini siapa?" Kazune bertanya sambil menopang dagu. Matanya menatap jahil kearahku.

Blush

Dia sengaja melakukan ini. Sial, aku kembali berhasil masuk ke dalam perangkapnya.

Karena tidak tahan ditatap seperti itu, tanganku reflek memukul wajah Kazune, "Jangan tatap aku seperti itu!" aku berseru.

Meskipun wajahnya membekas pukulan tanganku, tapi dia tetap terbahak. Kazune berdiri sembari membawa nampan.

"Istirahatlah disini, kau sudah ku ijinkan tidak bisa ikut ospek hari ini. Jadi, jangan sia-siakan kesempatan ini," Kazune berlalu.

Setelah Kazune menghilang dari balik pintu, aku kembali berbaring. Mataku terpejam. Memang benar aku butuh tidur lagi untuk mengembalikan tenagaku.

...

Mataku sulit terbuka. Cahaya diluar terlalu menyilaukan. Aku kembali memejamkan mata. Ketika ku sadar, aku meraskan deru hangat sebuah nafas yang berhembus di pipiku.

Aku merasa ada orang mengecup pipiku. Susah payah ku miringkan kepala untuk melihat siap orang yang berani mengecupku.

"Kazune, jam berapa ini?" pertanyaan menyimpang terlontar dari mulutku.

Kazune kembali mengecup pipiku, "Kau ini, nyenyak sekali tidurmu," dia tidak menjawab pertanyaanku.

Aku baru sadar Kazune saat ini sedang terbaring disampingku. Bukannya berdiri, tangannya malah asyik melingkar dipinggangku.

"Apa yang kau lakukan?" aku berteriak panik mencoba melepaskan diri dari pelukan Kazune.

Dengan santai Kazune menaruh dagunya diatas bahuku, "Tenang saja. Disini hanya tinggal kita berdua."

Aku berhenti bergerak dan memperhatikan wajah Kazune, "Maksudmu?"

Kazune menarik tangannya dan duduk, "Sadarlah bahwa ini sudah jam 10 malam."

"Eeeeee~" aku kembali berseru. Jadi, aku sudah terlelap berjam-jam didalam ruangan ini?

"Ayo cepat pulang dan teruskan tidurmu di rumah. Jangan sampai besok kau terlambat," Kazune berdiri. Tangannya terjulur di depanku.

Aku menelan ludah dengan sulit sambil menerima uluran tangan Kazune, "Mana bisa aku tidur kalau jam 10 aku baru bangun?" gumamku pelan.

Kazune berjalan sambil menarik diriku keluar ruangan. Benar saja, diluar sudah gelap. Koridor terlihat remang-remang. Rasa takut menjalar ditubuhku. Ku peluk erat lengan Kazune.

"Kau takut?" saat ku sadar Kazune sudah tersenyum jahil kearahku.

"Diam!" aku tidak bisa menyembunyikan rasa takut ini. Kazune pasti tau jelas bahwa aku sangat takut dengan hantu dan kegelapan.

Tiba-tiba angin berhembus kencang. Menggerakkan ranting pohon dan membuat daun-daun bergesek dan menimbulkan suara aneh. Aku reflek berteriak. Ku eratkan genggamanku pada lengan Kazune. Mataku terpejam erat.

Ketika keadaannya sudah mulai tenang, ku buka perlahan mataku. Aku bisa merasakan air sudah menggenang di pelupuk mata.

Mata Kazune bertemu pandang dengan mataku. Matanya terlihat tenang. Aku tau dia bermaksud menenangkanku. Tapi, rasa takut begitu cepat merambat ke seluruh tubuhku. Pada akhirnya isakku keluar.

"Kazune," ku remas pelan kemeja yang dikenakan Kazune. Kepalaku ku senderkan di dada bidangnya, "aku takut, ayo cepat pulang."

Aku bisa merasakan tangan kekar Kazune memelukku. Rasa hangat dan nyaman yang familier kembali terasa disetiap ujung kulitku. Getaran tubuhku mereda.

"Jangan takut, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri," dia berbisik ditelingaku.

Tubuhku terangkat perlahan. Kazune menggendongku. Tanganku melingkar dilehernya agar aku tidak terjatuh. Tanpa ragu Kazune melangkah menuju parkiran.

Dalam perjalanan tiba-tiba Kazune berbicara, "Mau mampir ke suatu tempat?"

"Eh?" ku perhatikan wajahnya, "bukannya lebih baik kita pulang agar aku besok tidak bangun kesiangan?"

Kazune tersenyum lembut, "Baiklah kalau itu maumu."

~Tsuzuku~

Jeng-jeng-jeng. Dan inilah cerita pertama saya di Kamichama Karin. Aneh kan? Gak jelas kan? Bagaimana pendapat para readers? Haruskan saya meneruskan ini atau tidak? Mohon reviewnya. Dimohon dengan amat sangat *plak

R

E

V

I

E

W

P

L

E

A

S

E