A / N: Hai! Saya balik lagi setelah bermiliar-miliar tahun nggak Update, maaf ya. Actually, saya memiliki waktu luang, dan tugas Online juga masih bisa diselesaikan dengan baik (bahkan orang yang cupu seperti saya, hehe). Tapi yah, kemalasan adalah faktor utama kenapa saya tidak lagi menulis FFN.

Anyway, karena mungkin tidak ada orang INDO yang membaca FFN ini, atau orang yang bisa bahasa INDO, langsung saja lah. Let's just roll, homies!


??? ?: ???????

?

Jimmy dan Dr. Crabblesnitch menikmati berkeliling di Kampus, meskipun jelas hanya salah seorang dari mereka yang benar-benar menikmatinya. Crabblesnitch menjelaskan berbagai macam hal dari sudut pandangnya sebagai Kepala Sekolah selama bertahun-tahun. Jimmy hanya mengangguk malas sesekali, paling tidak agar terlihat seakan-akan mendengarkan sejak tadi. Waktu menunjukkan 4:36 dan jam sekolah telah berakhir.

Akhirnya, mereka berdua kembali ke dalam Gedung Utama Fakultas, Jimmy hanya ingin segera kembali ke Asrama Putra dan kemudian tidur nyenyak sampai esok hari.

Namun, Pak Crabblesnitch memiliki gagasan yang berbeda. Beliau memutuskan untuk memeriksa suatu hal. Sialnya, ini melibatkan kunjungan ke Asrama, jadi sudah jelas kalau Pak kepala sekolah itu tidak akan membiarkan Jimmy tidur sore ini. Mungkin, mengawasi anak brandalan seperti dirinya terlalu menyenangkan, pikir bocah itu.

Mereka keluar dari Gedung Utama Sekolah sekali lagi, dengan Jimmy yang merasa kesal karena terus-terusan diikuti Pak Kepala Sekolah. Niat mau cabut ke Asrama lalu molor, malah diawasi layaknya tahanan penjara.

Duh!

"Maaf Pak, saya sedikit haus. Bisa saya membeli soda?" Remaja itu bertanya, jari tangannya dengan sopan menunjuk ke sebuah mesin soda yang berada tidak jauh dari pintu masuk utama Gedung fakultas. Mesin itu nampak berkilau di bawah sinar matahari sore, dengan tulisan anggun "Sprite". Serta huruf kecil "Campur Insto" di bagian paling bawah, sehingga sedikit sulit untuk dilihat jika Anda kurang teliti.

"Hm? Oh, silahkan." Crabblesnitch merespon dengan santai.

Dia berjalan meraih beberapa uang receh dari saku celananya. Suara koin logam terdengar saat Jimmy mencoba agar tidak terkena hantaman kaleng untuk kedua kalinya. Minuman Kaleng itu muncul di bagian bawah mesin soda, bocah pendek itu meraihnya dan meminumnya, menghilangkan rasa dahaga yang sejak tadi melekat di tenggorokannya.

Mmhm … Aneh. Rasanya kelewat manis, tapi kenapa bikin seger badan ya? Jimmy bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana sekaleng Sprite bisa begitu nikmat? Dia belum pernah mendengar nama merek ini di mana pun dalam hidupnya. Jimmy hanya menepis rasa penasaran di kepalanya dan mengangkat bahu, menghabiskan sisa soda yang kini tinggal setengah. Tanpa menoleh ke belakang, Jimmy menjentikkan kaleng soda di tangan kanannya dan berjalan kembali menghampiri Crabblesnitch.

ーーー

"Kelihatannya, sejauh ini kamu sudah mulai kerasan di Sekolah ini, James." Kepala Sekolah Crabblesnitch berkata, merapikan dasi merah tuanya saat Jimmy kembali dari membeli minuman.

"Saya berusaha beradaptasi, Pak." Dia menjawab, namun jelas itu jawaban setengah hati, dan Crabblesnitch memiliki raut wajah seperti beliau tahu hal yang sebenarnya.

"Maksud Anda dengan berkelahi dan jadi berandalan?" Pak Crabblesnitch memiliki ekspresi yang mengatakan bahwa Jimmy telah melakukan sebuah pembunuhan dan kekerasan seksual. "Itu bukan apa yang kami ajarkan di sini, anak muda!" Lanjutnya, tidak sadar bahwa sedari tadi siswa dengan bintik-bintik di wajahnya itu memutar matanya.

"... Yah, Bapak hanya menutup-nutupi dan membodohi saya …" Gumam Jimmy, membuat sang Kepala Sekolah mengangkat alis.

"Apa?" Pria paruh baya itu bertanya,

"Saya bilang kalau Bapak hanya menutup-nutupi dan membodohi saya," Tanpa bertele-tele, Jimmy mengulangi perkataannya, masih ingat untuk menjaga rasa sopannya, tapi rasanya ingin sekali dia berteriak keras ke wajah Crabblesnitch. "Sekolah ini banyak preman dan orang gila."

"Omong kosong." Crabblesnitch menjawab, seperti orang dewasa yang tidak lagi percaya di dunia ini masih ada putri duyung. "Itu hanya semangat Belajar khas sekolah ini. Mengapa demikian? Nah," dia mulai bercerita tentang masa mudanya yang begitu gemilang. "Dulu, waktu saya masih muda, sudah menjadi hal yang lumrah bagi para senior melatih mental siswa-siswa baru. Bisa dibilang ini seperti tradisi, Nak. Bahkan, di sekolah lain mungkin juga memiliki hal semacam ini."

Gigimu tradisi …!

"Sudahlah. Saya hanya berharap kamu bisa lebih menjaga sikap, anak muda. Ini demi kebaikan dan masa depanmu." Crabblesnitch memberikan nasehat-nasehat klise yang kemungkinan besar akan Anda dengar dari mulut setiap guru di bumi ini.

Dilihat dari sisi mana pun, Kepala Sekolah Crabblesnitch memiliki kepercayaan tinggi pada ekspektasinya terhadap Akademi Bullworth, atau itu hanyalah sebuah kenaifan belaka dan upaya menutup mata terhadap semua kekerasan yang Jimmy lihat sejauh ini. Apa pun itu, dia tidak begitu peduli. Namun demikian, dia sedikit memiliki rasa simpatik bagi murid muda yang entah kenapa juga bersekolah di tempat yang sama. Seperti pagi ini misalnya.

Dan karena Jimmy sudah muak, dia mencoba pergi.

"Baik, pak. Bisa saya pergi sekarang?" Jimmy bertanya, tampak lelah secara mental

"Monggo." Pak Crabblesnitch berkata sambil menepuk ringan bahunya dan berjalan pergi.

Remaja itu hanya menghela nafas pelan. Hari pertamanya di Bullworth adalah hari yang "cukup berat.

ーーー

"Hei!" Jimmy berbalik dan bisa melihat seseorang berjalan ke arahnya. Whow, masih ada lagi yang mau memberinya sakit migren.

Dan dia tahu bahwa Sekolah ini memang penuh dengan Preman.

Orang itu adalah siswa bertubuh agak kecil, mengenakan kemeja sekolah lengan panjang putih standar tanpa rompi, celana jeans biru, serta memiliki warna rambut dan mata coklat. Dinilai dari penampilannya, dia tidak diragukan lagi salah satu anak buah Russell, Gorila besar yang pagi ini memberinya masalah. Ekspresi wajahnya dapat dikatakan, akan membuat ibu Jimmy paling tidak bersyukur karena memiliki putra seperti dirinya.

Bocah pendek itu mendekatinya sambil menyeringai jahat. "Aku perhatikan kau dari tadi dah kayak babu Crabblesnitch saja, kenapa memangnya? Kena masalah?" Katanya dengan nada mengejek.

Ini menyebabkan dahi Jimmy berkerut. "Apaan? Eh diam kau!"

Tentu saja, ini tidak memberi efek pada penindas itu, dia hanya tertawa sebagai balasan. "Oh, kau berani ya?!" tangan kanannya memegang sebuah Ketapell, kemudian dia membidik kerikil ke arah Jimmy. "Makan nih, haha!" Preman itu lari.

"Awhh! Brengsek! Kesini kau, bangsat!" Jimmy akhirnya kehilangan seluruh kesabarannya yang telah ia pendam sejak pagi ini, Kemarahan murni kini mengambil alih pikirannya. Persetan, dia akan menghajar siapapun yang ingin cari masalah sekarang.

"Ya, kejar sini kalo bisa!" balas murid itu, masih tertawa. "Memangnya kau bisa apa, sih?"

ーーー

Aksi kejar-kejaran khas film The Warriors pun terjadi, tapi yeah, sayangnya tidak begitu mirip

Jimmy berlari secepat yang kakinya bisa, kali ini bocah gempal itu memiliki tekad yang membara untuk menendang pantat semua preman kampus. Dia melompati pagar pembatas dan mendarat di area yang lebih rendah, karena sebelumnya dia berada di bagian halaman sekolah yang lebih tinggi.

"Gah! Sialan, mana kakiku sakit banget!"

Lari lari lari! Lari lari lari! Jimmy akan terus berlari hingga tujuannya tercapai.

Mereka kini melewati bagian dari Perpustakaan Kampus, tempat suci bagi kelompok Nerds. Preman itu jelas tahu hal ini karena Bullies selalu mengincar anak cupu di sekolah. Dia makin mempercepat laju kakinya. Namun, sebab terlalu sering menoleh ke belakang, dia tidak begitu melihat di depan ada beberapa siswa yang sedang lewat, secara tidak sengaja menabrak salah satu dari mereka. Naasnya, yang ia tabrak adalah Nerds.

"Gah! Jalan pakai mata, tolol!" Teriaknya, tetap berlari.

"Aduh!"

"Whoa! Kamu baik-baik saja, Bucky?" tanya seorang gadis.

Jimmy melihat kejadian itu dan agak meringis. Alih-alih terus mengejar keparat itu, dia berhenti di dekat sekelompok siswa yang berkerumun di depannya, lalu menarik siswa nerd yang malang dari tanah.

"Kau baik-baik saja?"

"Ugh … Di mana kacamataku?" Bocah Nerd kurus itu tampak lebih buruk daripada orang mabuk di bawah jembatan.

"Ini."

Seorang gadis kutu buku menyerahkannya kacamata dengan hati-hati.

Melihat keadaan sudah aman, Jimmy melepaskan cengkraman tangannya dari tubuh anak itu dan lanjut mengejar dan menyelesaikan pembalasan dendamnya. Saat tiba di Persimpangan antara Bengkel, Harrington House, dan Gym, dia berhenti berlari, melihat sekeliling mencari targetnya. Sayangnya, tidak ada tanda-tanda keberadaan preman itu di mana pun.

Sial! Pergi ke mana orang itu?!

"Jimmy!"

Suara yang dia kenal memanggil dari belakangnya, itu adalah Pete.

Petey terlihat berdiri dari tanah dengan susah payah, mendekatinya sambil memegang dadanya. "Aku melihatnya, dia kesana … Urgh!"

"Hey, kau kenapa?"

"Aku ditabrak Davis tadi." Pete mengerang sambil menggosok kain rompi birunya.

"Davis? Maksudmu preman yang barusan itu?"

"Ya. Dia lari ke Autoshop."

"Oh, OK. Tunggu, kau tidak apa-apa sampai jalan pincang gitu?"

"Aku baik-baik saja, Jimmy. Sudah, kejar sana!".

Jimmy menatapnya sejenak sebelum mengangguk. "OK."

Jimmy berlari menuju ke air mancur yang memiliki sebuah patung seseorang yang sedang membawa topeng Maskot, lalu berbelok ke kanan. Dia tiba di depan pintu masuk menuju Bengkel. Seperti yang dikatakan oleh Pete, preman yang bernama Davis itu memang berada di sana dan sedang menutup gerbang tersebut bersama dua orang preman lainnya.

"Heh!" Salah satu dari Bullies itu berseru. "Hajar nih anak!"

Jimmy hanya mendengus. Mereka pikir mereka siapa? Dia mempersiapkan diri untuk berkelahi, menerjang salah seorang dari mereka yang berambut merah. Dia adalah orang yang sama yang pagi ini mengajaknya berkelahi di depan Asrama Putra.

Sebelum sempat mendaratkan pukulan, Jimmy telah lebih dulu melakukan gerakan tackle, menjatuhkan Wade dalam sekali hit. Selagi siswa pendek berambut merah itu terbaring kesakitan di tanah, Jimmy mengalihkan perhatiannya pada Bullies lain berkulit hitam.

"Tendangan Harimau Sumatera!"

Hopkins dengan cepat mundur, menghindari kaki si preman saat dia melancarkan tendangan ke bagian samping perut siswa itu, membuatnya tersandung. Tanpa memberi banyak waktu, Jimmy meraih kerah kemeja Bullies, kemudian dilanjutkan dengan tiga serangan beruntun, satu ke wajah, satu ke bagian dada, dan menendang Bullies itu di sisi lutut, membuat si preman jangkung terpeleset. Dia terus menyerangnya beberapa kali hingga korbannya meringkup memegangi perutnya. Wade mencoba bangkit dan berusaha memukul Jimmy dari belakang, namun dia dengan mudah memblokirnya. Muak karena tidak mau menyerah, Jimmy meraih kerah baju Wade secepat mungkin, mendorongnya ke tempat sampah terdekat.

"Beraninya keroyokan. Cih …"

Hopkins meninggalkan kedua Bullies yang kesakitan di tanah untuk mengejar Davis. Dia membuka gerbang Garasi dengan kedua tangannya, beruntung baginya karena telah terbiasa sejak kecil menangani hal-hal berat seperti ini. Masih berlari, Jimmy memungut sesuatu yang dia lihat di tanah, itu adalah penutup tong sampah. Jimmy mengambilnya untuk berjaga-jaga kalau ada hal yang lebih buruk menunggunya.

"Kesini, banci!" Seseorang berteriak dari arah Garasi, tampaknya salah satu kroni-kroninya Russell. Orang berambut pirang itu berlari ke arahnya dengan membawa tongkat bisbol. Melihat hal ini, Jimmy dengan reflek alaminya melempar tutup tempat sampah di tangannya, secara mengejutkan mengenai tepat di dahi si preman, membuatnya tersungkur seketika. Karena sudah terlalu kesal, Jimmy mendekati siswa itu, mencoba menendangnya namun si preman berguling ke samping tepat pada waktunya dan langsung berdiri seraya meraih tongkat bisbol di tanah. Jimmy segera mengambil tutup tong sampah tepat di bawah kakinya, menyadari bahwa preman pirang ini tampaknya lebih kuat dari yang dia hadapi sebelumnya. Ada keheningan sejenak di antara keduanya selama beberapa saat ...

"..."

"..."

Jimmy tanpa disangka malah melempar lagi tutup tong sampah untuk kedua kalinya ke arah si preman yang untungnya tidak mengira akan serangan tiba-tiba tersebut. Berandalan berrambut pirang itu memegangi kepalanya tampak akan pingsan.

"... Russell akan menghajarmu …!" Preman berjerawat itu mengerang di tanah saat Jimmy mendekatinya dan mengambil tongkat bisbol yang tergeletak. Dia berbalik, memandang kacung Russell itu sebelum dengan kejam menendang sesuatu. Yup, salah satu harta berharga milik manusia.

... Teriakan perawan terdengar setelahnya ...

Dia membuka pintu Garasi lain, dan disambut oleh dua orang anggota Bullies. Merapatkan cengkraman pada tongkat bisbol di tangannya, Jimmy mundur menghindari tendangan yang diarahkan ke perutnya oleh salah satu preman, kemudian mengayunkan tongkat itu sekuat tenaga, menimbulkan suara krek sebagai hasilnya. Tanpa pikir panjang, dia berputar ke samping, menjatuhkan preman terakhir yang hendak menyerangnya dari belakang. Melihat tidak ada lagi yang tersisa, Jimmy menuju ke bagian lain dari Garasi dan melihat Davis telah memanjat tumpukan peralatan bengkel serta bahan-bahan lain yang sudah tak lagi terpakai.

Jimmy tahu ke mana arah situasi ini akan berakhir dan dengan cepat mengambil apa pun yang dia bisa sebelum Davis menggunakan ketapelnya. Untungnya, barang yang dia ambil, sekali lagi, adalah penutup tong sampah, dan ajaibnya Jimmy berhasil menangkis kerikil pertama yang diluncurkan oleh Ketapel milik Davis. Menyadari kesempatan emas untuk pertama dan terakhir kalinya, Jimmy melempar tutup tong berbentuk lingkaran itu ke arah si penindas.

"Whoaaahh!"

Benda itu berputar layaknya sebuah frisbee, dan Davis tidak sempat untuk mengelak. Si Brunnette kehilangan keseimbangan, tersandung dan akhirnya terjatuh, merobohkan tumpukan rongsokan sebagai akibatnya. Jimmy sedikit meringis.

Gila ... Itu pasti sakit …!

Masih memandangi kekacauan total di depannya saat ini, Hopkins lalu melirik ke bawah dan di sanalah, Ketapel milik Davis yang kini tidak jauh dari kakinya.

Eh, kenapa tidak?

Jimmy kemudian berlari melewati tumpukan benda yang tak lagi terpakai, meninggalkan preman yang merintih kesakitan itu, keluar dari bengkel dan akhirnya tiba di tempat parkir sekolah. Merasa jauh lebih baik sekarang, dia menuju ke Asrama sambil mengantongi benda yang tadi diambilnya.

ーーー

"Whow, kau lihat tidak yang barusan itu?

Terlihat di sebuah Garasi bengkel, dua orang tampak asyik berbincang-bincang, asap rokok mengepul dari keduanya.

"Hm, sudah aku bilang, anak baru itu punya hal menarik." Orang yang satunya membalas, membuang puntung rokok ke lantai dan menginjaknya dengan sepatu coklatnya.

"Aku dengar, dia sempet mau dihajar sama Russell."

"Yeah, dia punya nyali. Hei, aku mau cabut dulu. Nanti malam kita kumpul seperti biasanya di Markas. Jangan sampai lupa, Oke?"

"Ya, ya. Kau mau kemana memangnya, Ricky?" Temannya bertanya, mengambil sebungkus rokok dari meja kerja.

"Ah, biasa lah. Aku juga mau ke Lapangan Sepak Bola, sekalian cuci mata di sana." jawabnya dengan seringai konyol. "Dah aku cabut dulu. Kunci garasinya kalau sudah selesai, Lefty."

"Siap, tenang saja."


???? ?????? ????????????? ????? ??????? ?????? ???????? ???? ?????, ??????? ???? ????-??? ?????? ???? ?????????? ??????? "???? ??????" ?????? ????? ?????? ???? ?????????, ??? ????? ????????? ?????? ??????? ??????.

?????? ????? ?????? ?????? ????? ???????, ?????-?????. ?????? ????? ?? ??? ?????????? :-).

???? ???????. ?????? ????, ????!