Disclaimer : Gundam Seed / Destiny punya Sunrise, Niina hanya pinjam karakternya aja

Warning : OOC, Absurd, Bingungin, Klise, Typo bertebaran, Alur Kecepetan, Dkk.

Balikan

IX

Oleh : LaNiinaViola

Selamat Membaca


Cagalli sedang berada di salah satu taman fakultas Teknik. Dirinya sedang ada keperluan dengan seseorang disana. Rasanya sudah lama sekali ia tidak berkeliaran di fakultas ini. Benar juga, jika diingat terakhir kali ia menginjakkan kaki di fakultas Teknik saat kejadian paling menyedihkan itu terjadi. Ya, hari ketika ia memutuskan hubungan dengan Athrun menjadi kali terakhir ia datang ke fakultas yang hampir sebagian besar diisi oleh kaum adam itu. Tapi siapa sangka akhirnya ia kembali kesini dengan keperluan pada orang yang sama. Cagalli akan mengembalikan buku yang ia pinjam dengan kartu perpustakaan Athrun. Sungguh sial saat terakhir kali ke perpustakaan nasional dirinya lupa membawa kartu keanggotaannya, akhirnya Athrun yang saat itu ada bersamanya menawarkan kartunya untuk meminjam buku yang Cagalli inginkan. Athrun beralasan jika ia tidak meminjam buku pada hari itu jadi tidak masalah. Pemuda itu sudah menyelesaikan tugas akhirnya dan tengah menyiapkan berkas untuk bisa maju seminar hasil hari ini. Cagalli diminta untuk menunggunya sebentar di taman karena ia harus mengurus berkas terakhir di akademik jurusan.

Athrun datang sekitar setengah jam kemudian, ia meminta maaf kepada Cagalli karena ternyata ia membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengurus berkas di akademik jurusannya.

"Maaf ya, ternyata akademik jurusan sangat berbelit untuk urusan yang hanya sepele."

"Tidak masalah, sepertinya semua bagian akademik jurusan seperti itu. Salah satu kakak tingkat pernah bercerita hal yang sama saat mengurus berkas di jurursanku." Ujar Cagalli sambil mengeluarkan buku yang ia pinjam.

"Benarkah? Kenapa mereka bisa kompak seperti itu ya?"

"Entahlah, mungkin mereka sebenarnya janjian melakukan perploncoan di akhir masa kehidupan kampus kita.. hahaha."

"Kau pintar Cagalli, itu mungkin saja." Athrun menanggapinya dengan senyum.

"Ini, terimakasih ya. Yakin aku tidak perlu ikut saat kau mengembalikannya?" Tanya CagalliCagalli sembari memberikan buku yang ia pinjam dengan kartu Athrun.

"Tidak perlu, aku akan mengembalikannya sekalian pulang ke rumah menemui orang tuaku sebelum seminar hasil dan sidang. Kecuali kau ingin ikut juga ke rumahku?" Athrun berkata sembari menggoda Cagalli.

"Bukan ide buruk, sudah lama sekali ya aku tidak bertemu bibi Lenore." Diluar dugaan, respon Cagalli justru yang membuat Athrun bersemu merah.

"Kau serius?" Athrun bertanya untuk memastikan.

Cagalli tersenyum penuh kemenangan saat melihat wajah merona Athrun. "Mungkin lain kali saja."

Tentu saja, mana mungkin Cagalli serius untuk ikut bersamanya menemui orang tua Athrun. Mereka sudah bukan sepasang kekasih lagi seperti dulu, Athrun mengingatkan dirinya sendiri.

"Baiklah kalau begitu, kabari aku saat jadwal seminar hasil sudah keluar. Siapa tahu aku bisa ikut menontonnya."

"Iya, nanti aku kabari."

"Sampai jumpa Athrun, sampaikan salamku pada bibi Lenore ya."

"Akan aku sampaikan, sampai jumpa Cagalli." setelahnya Cagalli pergi meninggalkan area fakultas Teknik.


Setelah urusannya di fakultas Teknik selesai, Cagalli segera pergi ke fakultasnya. Teman-temannya pasti sudah menunggu, hari ini mereka berencana akan pergi ke kafe favorit Milly karena sedang ada diskon. Ia segera mempercepat langkahnya agar sampai ke FISIP dengan segera.

Cagalli tiba dengan napas yang tersengal-sengal, menandakan jika ia habis melakukan sesuatu yang banyak makan energi. Setelah menemukan dimana teman-temannya dukuk, ia segera menghampirinya.

"Maaf aku terlambat." Cagalli meminta maaf dengan nada menyesal, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan wajah lelahnya.

Lacus tersenyum menyambut Cagalli. "Tidak masalah Cags."

"Kenapa kau seperti habis lari maraton?" Tanya Luna saat melihat kondisi Cagalli

Cagalli sudah bisa mengatur napasnya dengan lebih baik sekarang, lalu mulai menjawab pertanyaan Luna. "Aku habis dari teknik sebelum kemari."

"Hah? Kau menemui Kira?" Kali ini Milly bertanya.

"Oh, tidak.. aku ada sedikit urusan disana."

Sebenarnya Milly ingin bertanya lebih jauh tapi mengingat diskon yang mereka incar memiliki batas jam berlaku, maka ia menahan pertanyaannya dan langsung saja mengajak semua untuk segera pergi kesana.

"Sebaiknya kita segera berangkat, ingat diskonnya hanya sampai jam 5 sore." Milly bangun dari duduknya dan diikuti oleh teman-temannya yang lain.

Mereka akan pergi dengan mobil Lacus. Khusus hari ini gadis cantik bersurai seperti gulali itu meminta izin sang ayah untuk bisa mengendarai kendaraannya sendiri. Mereka sudah merencanakannya sejak lama. Jadi ini adalah hari istimewa. Setiap diskon merupakan hal istimewa bagi para wanita bukan? Lacus memandu mereka ke tempat ia memarkir mobilnya. Perjalanan yang mereka tempuh memang tidak jauh jadi tanpa terasa mereka telah sampai di tempat tujuan.


Saat sampai di kafe yang dimaksud, mereka segera memilih kursi yang dekat dengan jendela. Milly bilang mereka harus duduk dekat cahaya, agar saat nanti mengambil foto hasilnya bisa bagus. Gadis-gadis dan foto memang sesuatu yang tidak bisa dipisahkan jika sudah berkumpul bersama. Mereka segera memesan menu yang sedang diskon, tujuan utama datang ke kafe ini. Setelah pelayan selesai mencatat pesanan mereka dan pergi, baru obrolan dimulai kembali.

"Jadi Cags, apa yang kau lakukan sehingga datang terlambat menemui kami?" Milly kembali melanjutkan pertanyaan yang sempat tertunda tadi.

"Kalian bilang tidak masalah aku datang sedikit terlambat." Cagalli sedikit merajuk dalam nada kalimatnya.

"Kami tidak masalah dengan keterlambatanmu, sayang." Lacus menanggapi.

"Iya Cags, kami tidak marah. Hanya ingin tahu alasanmu saja." Luna menimpali pernyataan Lacus sebelumnya.

"Oh, aku kira kalian marah dengan keterlambatanku."

"Jadi ada apa?" Milly kembali mengulang pertanyaannya.

"Aku mengembalikan buku yang aku pinjam."

"Kau meminjam buku dari perpustakaan fakultas Teknik?" Luna merasa heran dengan alasan yang dilontarkan Cagalli.

Cagalli tertawa mendengar pertanyaan Luna barusan. "Hahaha, tidak. Aku meminjam buku dengan kartu perpus Athrun. Jadi tadi aku memberikan buku itu padanya agar bisa dikembalikan ke perpustakaan."

"Kau menemui Zala? Sejak kapan kalian menjadi akrab lagi?" Milly mulai menyelidiki.

"Aku hanya kebetulan sering bertemu dengannya di perpustakaan nasional. Ingat saat tugas akhirku harus mengulang pembahasan yang telah selesai dibuat?" Mendengar pertanyaan Cagalli, mereka bertiga menganggukan kepala, ingat saat-saat terberat Cagalli saat mengerjakan tugas akhirnya.

Cagalli kembali melanjutkan ceritanya. "Setelah itu aku berusaha mencari reverensi lain di perpustakaan nasional. Saat itulah aku bertemu dengannya yang juga sedang menyelesaikan tugas akhirnya. Kami jadi sering bertemu sejak saat itu."

"Jadi kalian balikan?" Tanya Lacus.

"Apa? Tidak, kami belum balikan." Cagalli terkejut dan segera menjawab pertanyaan Lacus.

Luna dengan cepat mengoreksi pernyataan Cagalli. "Belum artinya akan, Cags."

Cagalli hanya diam saat Luna mengatakannya, sejujurnya ia juga bingung harus menanggapi seperti apa kata-kata Luna barusan. Ditengah kebisuan Cagalli, Milly kembali mengajukan pertanyaan. "Kalau Zala memintamu untuk balikan apa keputusanmu Cags?"

"Aku.. entahlah aku bingung. Aku tidak tahu harus menjawab apa seandainya Athrun minta balikan." Cagalli tertunduk saat menjawabnya.

"Kau hanya perlu mengikuti kata hatimu, Cags." Kata-kata Lacus membuat Cagalli kembali mempertanyakan perasaannya pada pemuda itu.

"Apa yang kau rasakan terhadap Zala?" Milly kembali bertanya.

"Aku, ya.. Awalnya aku hanya merasa terganggu dengan ia yang terus berkeliaran di sekitarku sejak kejadian bubur itu. Aku seperti bermain kejar-kejaran agar ia tidak muncul di hadapanku, bahkan aku pernah meminta Luna mengambilkan buku di perpustakaan agar ia tidak melihatku." Cagalli memberi jeda, kemudian melanjutkan lagi.

"Tapi saat aku sangat sedih karena tugas akhirku yang harus mengulang, ia datang dan mulai menenangkanku. Mengajakku pergi dan mencoba membuatku melupakan sedihku. Saat itu aku merasa... nyaman? Entahlah apa aku memilih kata yang tepat atau tidak untuk menggambarkannya." Setelah penjelasan yang panjang itu, Cagalli terdiam. Menunggu reaksi para sahabatnya.

Sesaat hanya ada keheningan diantara mereka. Mendengar cerita Cagalli, baik Luna, Milly dan Lacus hanya bisa merasakan bagaimana Athrun Zala menjadi sosok yang sebenarnya bisa diandalkan oleh Cagalli. Apalagi mereka bertiga tahu sebelumnya kedua sejoli itu putus bukan karena cinta yang telah hilang dari keduanya. Kesalahpahaman yang terus berulang dan akhirnya menimbulkan prasangka masing-masing menjadi penyebab sebenarnya mereka putus. Sangat wajar jika sebenarnya Athrun dan Cagalli masih menyimpan perasaan satu sama lain

Lacus menjadi orang pertama yang membuka suara dan memecah keheningan diantara mereka. "Aku sudah bilang sebelumnyakan, Cags, Ikutilah kata hatimu. Hatimu tidak akan pernah salah dalam membimbingmu."

Luna ikut mengiyakan perkataan Lacus. "Benar apa kata Lacus, ikuti saja apa yang hatimu katakan Cags."

"Kau tidak harus memikirkannya sekarang Cags. Lagipula kita tidak tahu apa sebenarnya yang direncanakan Zala. Sekarang fokuslah pada tugas akhirmu saja." Milly ikut memilih untuk jadi pihak yang netral dalam masalah ini.

Cagalli menghela napas dan tersenyum. "Kalian benar, aku harus fokus pada tugas akhirku dan nanti jika saat itu benar-benar datang aku hanya harus mengikuti apa kata hatiku."

Pembicaraan itu selesai tepat saat pesanana mereka tiba. Kemudian obrolan dilanjutkan dengan pembicaraan yang ringan sambil menghabiskan makanan dan minuman yang mereka pesan. Sesekali mereka akan berhenti mengobrol dan mengabadikan momen dengan ponsel mereka. Tanpa terasa pesanan mereka telah habis dan kini saatnya mereka pulang.


Beberapa hari setelah Cagalli menemui Athrun di fakultas Teknik untuk mengembalikan buku yang ia pinjam, pemuda itu menghubunginya. Athrun mengatakan jadwal untuk seminar hasilnya sudah keluar. Cagalli ingin sekali datang ke seminar hasil pemuda itu, sekedar memberikan semangat, tapi hari itu juga bertepatan dengan jadwal bimbingannya. Athrun mengatakan bimbingan Cagalli jauh lebih penting daripada sekedar menonton seminar hasilnya. Mau tidak mau Cagalli harus merelakannya, gadis itu tidak bisa menonton seminar hasil Athrun dan meminta maaf, merasa menyesal karena tidak bisa datang. Athrun tentu sangat memaklumi itu, dirinya bahkan sempat berpesan untuk pelajari tugas akhirnya agar bimbingan nanti bisa berjalan dengan lancar. Tentu saja, Cagalli akan melakukan sesuai dengan pesan Athrun. Sebagai balasannya Cagalli mengatakan kata-kata motifasi untuk pemuda itu, seperti kau jangan gugup atau semacamnya.

Sebenarnya Athrun merasa sedikit kecewa, kenapa jadwal seminar hasilnya harus berbarengan dengan jadwal bimbingan Cagalli? Tapi mau bagaimana lagi, hanya di hari itu para dosen pengujinya punya waktu. Ia sudah berjanji pada Cagalli akan mengabarinya jika jadwal seminar hasilnya sudah keluar, jadi biarpun ia tahu gadis itu tidak bisa datang Athrun tetap memberitahunya. Athrun merasa jika Cagalli sangat menyesal tidak bisa datang, maka dari itu Athrun harus membuat percakapan diantara mereka terasa lebih ringan. Ia memilih untuk memberikan pesan untuk bimbingan Cagalli nanti. Sebagai gantinya ia mendapatkan balasan berupa kata-kata penyemangat. Athrun benar-benar senang saat gadis itu mengatakan Athrun pasti bisa dan Cagalli percaya akan hal itu. Sebuah kalimat sederhana yang memiliki efek sangat luar biasa. Rasanya ia kembali bersemangat biarpun tanpa kehadiran Cagalli.


Siapa sangka jadwal bimbingan Cagalli bisa lebih cepat selesai dari yang ia diperkirakan sebelumnya. Cagalli sudah melakukan persiapan yang sangat matang demi bimbingan hari ini dan hasilnya dosennya memberikan persetujuan untuk melangkah ke tahap selanjutnya dengan sangat mudah. Jam di ponselnya menunjukkan pukul setengah sepuluh pagi, memang sudah terlambat untuk menonton seminar Athrun dari awal tapi ia masih punya waktu untuk menonton sisanya. Cagalli segera bergegas menuju fakultas Teknik, ia merasa beruntung karena menanyakan letak ruang seminar Athrun hanya untuk berbasa-basi biarpun sebelumnya ia tahu dirinya tidak bisa datang. Karena itu dirinya tidak sulit menemukan ruangan mana yang dimaksud. Cagalli tiba saat Athrun selesai mempresentasikan hasil penelitiannya dan mulai masuk ke sesi tanya jawab dengan para dosen penguji. Sepertinya seseorang yang terakhir masuk lupa menutup pintunya lagi, dengan mudah Cagalli segera masuk ke ruang itu dan mengambil kursi paling belakang

Athrun menyelesaikan presentasi hasil penelitiannya dengan sangat baik, semua orang sudah bisa memprediksi itu mengingat pemuda ini pemegang ipk award beberapa semester selama ia kuliah. Saat tiba di sesi tanya jawab dengan dosen penguji, Athrun berusaha sebaik mungkin untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Memang tidak mudah, ada sedikit ketegangan saat sang dosen merasa tidak diberikan jawaban yang memuaskan. Tapi Athrun bisa meyakinkan dosen itu dan melaluinya dengan baik. Acara dilanjutkan dengan pertanyaan yang diberikan oleh para penonton. Siapun boleh mengajukan pertanyaan dalah sesi ini. Athrun yang sedari tadi fokus ke pada dosen yang bertanya, sekarang mulai menyapukan pandangannya ke arah penonton.

Athrun tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya, ia melihat seseorang yang paling ia harapkan untuk bisa menonton seminar hasilnya di deretan kursi paling belakang. Pemuda ini sempat berpikir apa ia berhalusinasi dan menganggap orang yang duduk disana adalah Cagalli. Hal itu segera di tepis manakala orang itu mulai melambaikan tangan ke arah pemuda itu. Ternyata bukan mimpi, Athrun merasa sangat senang dan tanpa sadar seulas senyum terukir di wajah tampannya. Fokus Athrun kembali saat seorang penonton mengangkat tangannya dan memberikan pertanyaannya. Athrun kemudian menjawabnya dengan baik dan acara dilanjutkan dengan pembacaan keputusan dosen penguji tentang hasil seminar hasil hari ini. Athrun harap-harap cemas sekalipun hasil keseluruhan acara seminar hasilnya bisa dikatakan memuaskan. Dosenpun berdiri dan membacakan hasil, Athrun dinyatakan lulus dan diperbolehkan ke tahap selanjutnya yaitu sidang akhir. Betapa leganya Athrun saat hasil itu dibacakan. Semua penonton bertepuk tangan dan mengapresiasi seminar hasil penelitian Athrun tanpa terkecuali juga Cagalli. Gadis itu memberikan tepuk tangan terbaiknya untuk pemuda itu.

Bersambung


Note :

Halo semua bagaimana dengan chapter ini? boleh minta pendapatnya? Sejujurnya Niina bingung bagaimana cara mencapai akhir cerita ini biarpun udah ada bayangan. Rasanya kaya ada aja yang kurang, hiksss

Okelah lanjut kita balas kebaikan kakak-kakak semua pada chapter sebelumnya.

May Sil Melgoza : Hai kak, terimakasih sudah mampir dan review. Ini sudah dilanjut, hehehe bagaimana menurut kakak?

Longliveasucaga : Hallo kak, terimakasih sudah mampir dan review. Hahaha Kira gitu-gitu yang penting diyakinin aja kak. Peace sign.. aku juga suka sisi Kira yang ada buat Cagalli dan aku pengen menunjukkannya di chapter kemarin hehehe.

Unlimited Lost Work : Hai kak, terimakasih sudah mampir dan review. Hahaha banyak yang ngira bang Ath di hajar Kira ya? Bang Kira baik kok ga main pukul asal dikasih kesungguhan aja hehehe. Betul, saudara tu secuek apapun tetep perhatian loh sebenernya, kita aja yg ga sadar XD. Ini sudah dilanjut, bagaimana menurut kakak chapter kali ini?

Elc90 : Hallo kak, terimakasih sudah mampir dan review. Hahhaaha emang bang Kira kompor banget di sini, tapi itu karena ga mau liat adik tercintanya sedih terus. Bagaimana ya? Biarpun udah dikasih restu semua tetep di tangan Caga jawabannya.

Shinku : Hai kak, terimakasih sudah mampir dan review. Eheheh terimakasih, iya abang harus kreatif ganti strategi biar menang (?). Jelas dong, bang Kira kan sayang banget sama adik satu-satunya ini hahaha.

Panda Nai : Hallo kak, terimakasih sudah mampir dan review. Oh abang itu sebenernya memang bucin dia aja bodoh dulunya sampe diputusin hahaha. Baik banget ya bang Kira, adeknya udah disakitin tapi ga dibogem lagi kali ini. hahaha jelas bang Kira orang barisan paling depan yang pengen mereka putus, bang Kira kan liat sendiri gimana sedihnya Caga pas galau gara-gara abang :'(

Terimaksih juga buat yg udah mampir, samoai jumpa di chapter selanjutnya.. bye bye