Whole World

Ghostgirl20

Hallo, Readers…

Kalian tahu aku udah gak nulis beberapa tahun, Rasanya kangen banget nulis cerita wkwkwk…

Kalau biasanya nulis cerita tentang anime, kali ini aku nulis cerita dengan visual figure BTS.

Yap, BTS yg kpop itu, hehe…

Tapi apapun yang terjadi dalam cerita ini, gak ada sangkut pautnya dengan orang aslinya yah. Aku hanya meminjam nama mereka supaya ceritaku lebih menarik untuk dibaca.

Jangan lupa komen-komennya yah, biar semangat nulisnya nih

Borahae

SATU

Jimin menggeliat pelan saat merasakan sinar silau dimatanya. Kemudian tangannya meraba-raba sekelilingnya. Saat sudah didapatkannya benda empuk itu, Jimin menariknya untuk menutupi wajahnya. Kemudian ia kembali tidur.

"Jimin!" sapa suara Sopran wanita yang sedang membuka tirai jendela.

"Jimin, cepat bangun!" Kata wanita itu mengingatkan.

Jimin mengerang pelan. Kemudian menyeret badannya yang masih belum sadar sepenuhnya itu ke pinggiran ranjang. Mengusap wajahnya dengan sekali tarikan lalu memicingkan mata, mengamati wanita yang sekarang sudah berpindah dari jendela, duduk di depan kaca rias. Menepuk-nepuk pelan pada bagian wajahnya, sambil menoleh ke kanan dan kiri bergantian.

Jimin memandang lelah pada pantulan gadis itu di cermin. Kembali ia mengusap wajahnya kasar.

"Ini jam berapa?" tanya Jimin.

"Jam 7 pagi."

"Apa? Kenapa tidak membangunkanku dari tadi?" Jimin langsung mencelat dari ranjang, berlari mengambil handuk di dekat pintu dan mengunci diri di kamar mandi.

Ya, Mandi. Setelah apa yang mereka lakukan semalam. Wanita itu hanya tersnyum sambil geleng-geleng kepala.

15 menit kemudian Jimin keluar. Handuk putih dengan pinggiran hitam itu melilit di pinggulnya. Sora sudah bersiap-siap berdiri dan mengambil Hairdryer yang sudah siap dipakai. Jimin mendudukkan diri di ranjang sambil mengecek ponselnya yang ternyata mati.

10 panggilan tak terjawab dan 15 pesan Whatsapp. Jimin memijat keningnya pelan saat isi semua pesan tersebut adalah dari temannya, Min Yoongi.

Sora sudah berdiri di samping Jimin dengan pakaian formalnya dan sedang menyalakan Hair dryer untuk membantu Jimin mengerinkgan rambut coklatnya yang basah.

Setelah membaca cepat pesan dari Yoongi, Jimin menelepon laki-laki yang lebih tua 2 tahun darinya itu. Nada sambung terdengar di telinga Jimin. Tak sampai lama, suara Yoongi terdengar.

"Cepat datang kalau tidak ingin kucincang!" ucap Yoongi dengan nada biasa saja tapi terdengar menakutkan.

"Hyung, aku akan datang tepat waktu." Ucap Jimin singkat dengan nada patuh yang dibuat-buat.

"Aku serius Jimin. Awas saja kalau aku mendapatkan laporan kalau kau merusak negosiasi penting hari ini!"

"Hei, mana mungkin Hyung! Kau tahu aku, kan? Aku Jimin Si Jenius. Kau tak perlu ragu!" ucap Jimin meremehkan kata-kata Yoongi.

Ia bangkit dari ranjang untuk memakai kemeja yang sudah rapi, yang disiapkan Sora. Sora membantu Jimin memakai kemeja putih dengan pinggiran kerah biru itu.

"Ya. Tapi aku ragu pada mulutmu, Jimin!"

Jimin memutar bola mata malas. Sora menahan tawa saat tidak sengaja mendengar apa yang dikatakan Yoongi. Jimin hanya memelototinya sebentar lalu kembali fokus pada Yoongi.

"Jimin, aku ingin negosiasi ini berhasil. Aku tahu kau mampu, tapi tolong setidaknya jaga kata-katamu di depan klien kita."

Klien kita, klien kita. Jimin mengulang kata-kata Yoongi dengan nada mengejek. Pasalnya Yoongi sangat sensitif dengan Klien yang satu ini. Jimin hanya tahu bahwa dia adalah seorang wanita kaya, yang ingin melebarkan bisnisnya ke bidang Game.

"Ya, Hyung. Aku akan mendengarkan kata-katamu." Ucap Jimin mengiyakan Yoongi dengan nada asal-asalan. Asalhkan Yoongi senang dan berhenti mengomel padanya. Yoongi lalu bergumam pelan dan langsung memutus teleponnya. Jimin hanya berdecak dan melemparkan ponselnya ke ranjang.

"Kakakmu itu kenapa, sih?" tanya Jimin sambil memperhatikan Sora lekat-lekat. Jimin menyadari senyum wanita ini begitu cantik. Apalagi jika sedang menahan senyum begini.

"Dia hanya takut kau akan mengacaukan negosiasi ini, Jim." Jawab Sora menenangkan Jimin. Tangannya dengan cekatan membuat ikatan dasi biru tua yang sudah melingkar di leher Jimin.

"Takut apa? Aku kan selalu mengerjakan apa yang dia suruh. Dia suruh aku memenangkan negosiasi, aku turuti. Dia suruh aku lembur tiap hari menyelesaikan laporan aku juga nurut-nurut saja!" kata Jimin seolah membela dirinya sendiri. Kedua tangannya sempurna bertengger di pinggangnya.

"Dia orang tua yang sensitif."

"Mungkin dia masih tidak terima kau meniduri adiknya, Jim!" kata Sora masih setia menampilkan senyumnya.

Baru saja Jimin akan membuka mulutnya untuk protes, namun urung. Penyesalan meliputi wajahnya.

"Jim, kau tahu kan? Aku tidak pernah mempermasalahkan atas apa yang terjadi diantara kita. Selama ini kita saling menguntungkan, kan?"

Saling menguntungkan. Simbiosis Mutualisme. Apapun itu istilahnya. Sora tidak pernah mengeluhkan perihal hubungan mereka. Jimin butuh Sora, Sora butuh Jimin.

Jimin butuh sosoknya yang teduh saat ia frustasi dengan lingkungannya. Jimin butuh sosok Sora yang lembut tapi tegas, saat Jimin melemah. Jimin butuh Sora saat Jimin penat.

Begitupun dengan Sora. Sora butuh Jimin saat ia sedang ingin bermanja-manja. Sora butuh Jimin saat ia ingin bercerita panjang lebar. Sora butuh Jimin saat Sora ingin kehangatan laki-laki.

Tak dapat dipungkiri, Sora menikmati setiap saatnya bersama Jimin tanpa merasa bahwa Jimin adalah miliknya semata. Sora bahkan benar-benar pernah memikirkan jika suatu saat, Jimin tiba-tiba jatuh cinta pada gadis lain. Sungguh Sora tidak keberatan. Sora juga masih bisa membayangkan dirinya menikah dengan orang lain selain Jimin, begitupun sebaliknya, jika Jimin sampai menikahi gadis lain.

Makanya Sora selalu menekankan pada Jimin, bahwa ia tak pernah menyalahkan Jimin atas segala yang terjadi. Ia juga tak menyesal telah memiliki hubungan ini dengan Jimin, yang sampai sekarang ia juga bingung ingin menyebut apa. Tapi Sora sangat nyaman berada di dekat Jimin dan menerima segala kebaikannya.

"Sora," Jimin menggantung kalimatnya. Sejenak menimbang-nimbang, menyusun kalimatnya dengan hati-hati.

"Aku tidak menyesali apa yang kulakukan denganmu."

Singkat dan jelas. Jimin laki-laki yang tegas, walaupun perilakunya terkadang bisa dianggap ceroboh dan sering membuat masalah, terlebih untuk Yoongi. Inilah yang dikagumi Sora dari Jimin.

Sora tersenyum mendengat kata-kata Jimin. Memandang singkat mata sipit Jimin, sebelum akhirnya ia kembali merapikan baju Jimin.

"Jimin, sudah waktunya berangkat!"

Jimin segera memakai jam tangan yang ia ambil di nakas dekat ranjang. Lalu ia mengambil ponselnya yang tadi ia lemparkan, memasukkannya ke dalam jas abu-abunya, lalu bersiap meninggalkan kamar Sora.

Mata Sora masih mengekori Jimin sampai ia hampir memutar kenop pintu, lalu berkata, "Jangan lupakan celanamu Jimin!"

"Apa?!" ucap Jimin dengan heran. Sedetik kemudian dia memandang ke bawah, ke kedua kakinya lebih tepatnya dan tidak menemukan sepotong kainpun melekat disana kecuali celana dalam hitamnya.

"Aish, Sora!"

Sora tertawa sambil melihat Jimin buru-buru kembali dan mengambil celana kain yang diletakkan Sora di sofa depan ranjang.

"Aku berangkat." Ucap Jimin sambil setengah berlari keluar kamar dengan masih mencoba memakai celananya.

Sora tersenyum dan mulai membereskan kamarnya yang berantakan.

~TBC~