-Presentiment-

(Uozumi Han)

Summary : Firasat itu datang ketika ia mencoba mengabaikannya./..bunyi-bunyian serangga di taman bermain./"Berapa banyak buku yang akan kau baca selama liburan?"/JaeminxDonghyck-Haechan/Oneshoot/BL.

Uozumi Han Present

.

An One Shoot Fanfiction

.

NaHyuck (Na Jaemin-Lee Donghyuck)

.

Rate : T

.

Genres : maybe hurt/comforf or become Angst

.

Warn : DLDR, No Blame.

.

.

.

Summer.

"Donghyuck-ah tangkap bolanya!"

Yang dia tahu adalah...

Dedaunan kering yang tersapu angin panas di antara tumpukan debu. Bunyi-bunyian serangga di taman bermain.

Dan ketika terik matahari menyengat sampai ke ubun-ubun, lalu membuat kepalamu seakan berputar seperti baru saja mengonsumsi alkohol.

BRUGH..

Atau terkena lemparan bola basket.

Keseimbangannya runtuh. Anak laki-laki itu meringis di tengah lapangan, memegang pelipisnya yang berdenyut nyeri.

"K-kau tidak apa-apa?" dengan bola matanya yang membulat terkejut, Na Jaemin berlari menghampirinya. Ia bertumpu pada lututnya dan membantu anak laki-laki itu berdiri.

"Wajahmu sangat pucat. Apakah aku melemparmu terlalu keras?" Anak laki-laki yang mengenakan kaos putih itu memberikan Donghyuck botol air mineralnya.

"Aku baik-baik saja, Jaemin."

Yang dia tahu adalah..

Akan ada liburan musim panas yang panjang dan setumpuk pekerjaan rumah serta tugas sekolah.

Mereka duduk di kursi tribun. Jaemin mengambil handuk kecil dari dalam tas dan memberikannya pada Donghyuck, melupakan kenyataan bahwa dialah yang lebih berkeringat.

"Maaf, Jaemin. Sepertinya aku tidak bisa menemanimu bermain basket hari ini." Donghyuck meraih handuk kecil dari tangan Jaemin. Alih-alih menggunakannya, ia justru tersenyum dan mengelap keringat di wajah dan leher Jaemin.

Jaemin ikut tersenyum, kemudian mengusak rambut Donghyuck yang sedikit basah, "Aku akan mengantarmu pulang."

Dia sebelumnya tidak pernah membenci musim panas.

Jaemin menggenggam tangan Donghyuck dan membawanya pergi dari lapangan basket. Dia berpikir untuk membelikan Donghyuck minuman dingin sebelum mengantarnya pulang, setidaknya agar Donghyuck merasa sedikit lebih baik.

Sinarnya yang terik memantul di atas air yang berdesir.

Langkah kaki mereka terhitung sangat pelan, mungkin menikmati setiap detik yang tercipta selama saling menggenggam tangan. Hanya melewati beberapa etalase pertokoan di kaki jalan raya, sampai mereka menemukan mesin vending. Jaemin menatap Donghyuck yang menunduk. Mengusir kekhawatirannya yang berlebihan dan memilih segera memasukkan uang receh ke dalam mesin minuman. Jaemin memilih membelikan Donghyuck minuman kaleng berperisa buah sementara kopi hitam untuk dirinya sendiri.

Ia menarik pengait di kaleng minumannya, menimbulkan suara berdesis memuaskan, sebelum menenguk kopi kalengannya, dan tanpa sadar telah berjalan mendahului Donghyuck.

Donghyuck hanya diam memandang Jaemin yang berjalan beberapa langkah di depannya. Mengamati bagaimana pemuda berambut coklat itu menenggak minuman dinginnya, lalu beralih pada kaleng minumannya sendiri.

"Donghyuck-ah!"

Ia menoleh, mendapati Jaemin berjalan mendekat ke arahnya dengan tawa tersemat di ujung bibirnya. Lalu dengan cergas mengambil kaleng minuman Donghyuck dan membukakannya dalam sekali sentak, "Kau bisa minta bantuanku, kawan."

Jemarinya menjawil pipi Donghyuck gemas, lalu memberikannya kembali.

Tak lupa menggenggam tangan Donghyuck yang bebas. Agar Donghyuck terus berjalan di sampingnya.

Jaemin adalah pribadi yang tidak terlalu sering berbicara jika berada di tengah keramaian. Namun akan sangat berisik jika sudah hangout dengan kerabat dekatnya. Tak terkecuali Donghyuck, sahabatnya. Meski demikian, Donghyuck tetaplah menjadi kandidat terkuat orang yang lebih banyak berbicara ketimbang dirinya. Namun hari ini berbeda. Keterdiaman Donghyuck membuat Jaemin sangat khawatir.

"Berapa banyak buku yang akan kau baca selama liburan?" Hanya untuk mengusir rasa khawatirnya, Jaemin tersenyum lebar pada Donghyuck. Menampilkan deretan giginya yang rapi. Senyuman yang tanpa sadar ikut membuat Donghyuck menarik sudut bibirnya ke atas.

Menurut Donghyuck, Jaemin akan sangat berbeda ketika tersenyum. Wajahnya yang dingin seketika berubah menjadi wajah anak laki-laki yang polos. Anak laki-laki yang sama yang ditemuinya pertama kali ketika ia berusia enam tahun, mengomel di sepanjang jalan tentang Halmeoni-nya.

Jaemin bernapas sedikit lebih lega ketika melihat siluet senyum tipis dari Donghyuck. Dia meremas jemari Donghyuck, membuat Donghyuck kembali menatapnya.

"Donghyuck-ah.."

Aroma Pie apel yang menggiurkan dan segelas perasan lemon dingin. Dia sungguh tidak pernah membenci musim panas.

Pada akhirnya kekhawatiran Jaemin mendesaknya untuk bertanya.

"Ada apa?" Matanya yang coklat menyapu raut gelisah di wajah Donghyuck. Mengamati bagaimana iris kelam Donghyuck kini bergerak tidak nyaman.

Tetapi untuk kali ini..

"Jaemin." Suaranya begitu dingin dan menusuk. Jaemin merasa jantungnya berdegup lebih cepat tanpa irama. Sekelebat ia melihat burung hitam berayun di antara dahan pohon dan telinganya berdenging.

Dia membenci musim panas.

"Aku akan pindah."

Laju kendaraan di sampingnya bergerak seperti lukisan abstrak. Satu dua daun gugur tersapu angin, melayang tanpa tujuan. Rasa dingin menyeruak di sepanjang tulang punggungnya saat entah kenapa Jaemin mulai merasakan alam sedang berbicara kepadanya.

Jaemin menautkan alisnya, menunggu Donghyuck melanjutkan ucapnnya.

"Beasiswaku. Aku mendapatkannya."

Saat itulah genggaman tangannya merenggang. Dan matanya memanas.

"Jadwal penerbanganku pukul delapan pagi."

Katanya, London itu jaraknya sampai ribuan kilometer dari Seoul. Ada perbedaan waktu malam dan siang.

"Maaf, Jaemin."

Donghyuck melepas genggamannya. Jaemin bisa melihat air mata yang menumpuk di bawah mata Donghyuck seakan meronta, berlomba-lomba untuk luruh di atas wajah manisnya. Dia menunggu. Saat di mana tawa Donghyuck akan meledak dan mengatakan jika ia sedang dikerjai.

Tetapi kenyataan menampar Jaemin tepat di wajah.

Air mata Donghyuck tumpah dan pipinya memerah. Donghyuck berusaha tidak terisak dengan menggigit bibirnya. Ia tahu Donghyuck bukanlah orang yang mudah menangis, dan melihat air mata Donghyuck adalah belati untuk Jaemin.

Jaemin tidak bisa percaya bahwa kata maaf adalah kata terakhir yang bisa didengarnya, dan diingatnya sebelum Donghyuck benar-benar menghilang dari hadapannya, termenung membiarkan Donghyuck menarik langkahnya masuk ke dalam bus tanpa sepatah katapun lagi.

Untuk kali ini..

Tidak ada bunyi satu serangga pun di taman bermain..

Juga aroma Pie Apel..

Harusnya Jaemin tahu, jika alam baru saja memberinya pertanda.

-Presentiment-

(selesai)

ps. apaka masi ada yang pakai ffn?