"Abang sama Ufan mau belanja dulu, kira-kira pulangnya agak malam. Tolong jaga rumah ya," pesan Gempa.

Blaze mengangguk lalu melakukan hormat ala pemimpin upacara di hari Senin. "Siap bos!"

"Oh ya," Taufan menatap sudut langit yang mulai terciprat awan kelabu dan mengarahkan jari telunjuk ke halaman belakang. "Kayaknya bakal turun hujan deras, jadi jemurannya jangan lupa diangkat."

Sekali lagi Blaze mengangguk mantap. "Boleh pesan makanan dari POPS-Food buat makan malam, nggak?"

"Boleh," jawab Taufan sambil menpersatukan dua tali yang melekat pada sepatunya. "Tapi jangan dihabisin, sisain buat aku juga."

Gempa cepat-cepat menggeleng. "Enggak, enggak, enggak! Abang enggak tega kalau drivernya kehujanan demi nganterin makanan pesananmu. Kamu makan isi kulkas aja."

"Kok Bang Gempa lebih peduli sama kondisi driver POPS-Food daripada perut adik sendiri, sih?!" omel Blaze.

Gempa mengibaskan tangannya tidak peduli dengan omelan Blaze, sementara Taufan berusaha keras untuk tidak menertawakan adegan barusan. "Suruh Hali masak kalau begitu. Kami berangkat dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."


.

.

"Rainy Moment"

Boboiboy Fanfiction by 2U3ShiRo

Disclaimer : Boboiboy Monsta. Apapun yang diselipkan di dalam fanfiksi ini bukan milik Niumi, hanya dipinjam untuk keperluan nulis.

Warning(s) : Penuh ketidakjelasan, Bang GempaBang Hali terooos, OOC, elemental siblings!, garing nan berisik, dll

.

.


Blaze menyesap habis susu kotak di tangan lalu mulai mengigiti sedotannya dan berguling malas di depan televisi, yang menayangkan sinetron azab dengan judul paling absurd yang pernah dibuat.

Tangan Blaze menyambar ponsel yang tergeletak di sebelah begitu pekik perang suku Indian mulai bersahut-sahutan dari dalam perutnya. Meskipun Gempa tidak mengizinkan, Blaze lebih memilih pesan makanan dari layanan POPS-Food ketimbang membangunkan Halilintar untuk memasak sesuatu.

Berbicara soal Halilintar, sosoknya terlihat sedang tidur sambil mengeluarkan suara dengkuran mirip serdawa katak di atas sofa. Ada jejak air liur di sudut bibirnya. Solar seperti biasa lebih suka berdiam diri di kamar sampai jamuran bersama buku-bukunya. Ice dan Thorn sendiri sedang mengikuti perkemahan selama seminggu bersama para anggota eskul Pramuka, diperkirakan akan pulang besok sore.

Petir dengan suara besar menyambar, membuat Blaze refleks menjatuhkan ponselnya karena kaget. Dia bernapas lega begitu mengetahui ponsel yang dia jatuhkan tidak rusak namun sayang, pesanan makanannya gagal terkirim. Angin yang berhembus menyibakkan tirai dan mulai menerbangkan kertas-kertas di atas meja membuat Blaze khawatir. Mendadak dia teringat sesuatu.

"Oh iya, jemuran!"

Dengan cepat Blaze berdiri dan mengakhiri kemesraan Halilintar dengan sofa. Tangan Blaze mulai mengguncang tubuh 'kekasih sesaat' kakaknya sambil berteriak.

"HUJAN BANG! JEMURAAAN!"

Berkat keganasan Blaze, kini tubuh Halilintar mendarat dengan indah di permukaan lantai.

"SANTAI AJA, NAPA?! SAKIT WOI!" gerutu Halilintar sambil mengusap-usap dahinya.

"Bang Hali nggak usah banyak omel. Sini," Blaze menarik tangan Halilintar sambil berjalan menuju halaman belakang. "Bantuin angkat jemuran."

Halilintar pasrah ditarik-tarik adiknya yang mulai mengoceh tentang pesan Gempa dan Taufan sebelum pergi sepanjang lima puluh paragraf. Blaze membuka pintu dan disambut tamparan daun yang diterbangkan angin di mulut. Halilintar yang menyaksikan cuma melongo.

"Bang Hali sama Kak Lez mau sampai kapan bengong di situ?"

Terlihat sosok Solar yang sibuk melepaskan penjepit dan memasukkan jemuran ke dalam keranjang. "Cepat bantuin sini!"

Blaze segera menyingkirkan daun dari mulutnya dan berlari menghampiri Solar bersama Halilintar. Tangan Halilintar dengan cepat melepaskan jemuran dari tali layaknya atlet angkat jemuran profesional, sementara Blaze membantu Solar memasukkan keranjang-keranjang berisi jemuran kering ke dalam rumah. Dan sebelum angin berhembus galak, seluruh jemuran telah berhasil diamankan ke dalam rumah.

"Huft, safe!" gumam Blaze lega.

" Lebih baik jemurannya langsung dilipat aja," celetuk Solar. "Tapi sebelumnya, lebih baik dipisahkan sesuai jenisnya dulu."

"Ide bagus. Bakal menggangu pemandangan kalau dibiarkan menumpuk," komentar Halilintar sambil memilah-milah isi keranjang.

"Eh?"

Halilintar dan Solar melempar tatapan bingung ke arah Blaze yang mulai mengacak-acak setiap keranjang cucian dengan ekspresi seperti menahan kentut. "Gawat..."

"Gawat kenapa?" tanya Solar.

"SI JENNIE NGGAK ADA!" pekik Blaze panik.

"Hah? Jennie siapa? Bonekanya Kak Ice?" Solar semakin bingung.

"Itu nama handuk tangannya Bang Gempa," jawab Blaze. "Warnanya kayak jeruk, bermotif karikatur kelinci gitu."

Ekspresi Halilintar berubah sedatar ubin. "Amboi, handuk pun punya nama…"

"Aku enggak mau dengar itu dari Bang Hali yang nyebut kaleng kerupuk kayak nama orang betulan," kata Solar.

"Nining itu spesial, tahu!"

"Itu cuma kerupuk kali, Bang!"

Blaze segera menengahi kedua saudaranya sebelum pembahasannya berubah menjadi forum 'pelecehan nama' dadakan. "Ih, nggak usah permasalahin soal namanya! Sekarang kita harus cari Jennie di luar sebelum hujan turun."

Sedetik setelah Blaze berbicara, hujan deras menghantam permukaan bumi seketika.


Meski suasana mulai gelap dan air hujan semakin ganas menghantam, misi pencarian Jennie tetap dilaksanakan. Blaze memasang tudung jas hujan lalu mengikat talinya di bawah dagu, sementara Solar melapisi senter dengan plastik bening. Halilintar memasang sepatu boot dan mengunci pintu rumah. Misi pencarian dimulai!

"Ngomong-ngomong," Solar menunduk sedikit lalu mengarahkan senter ke balik semak-semak. "Sepenting apa sih Jen—handuk tangan Bang Gempa? Kalau beneran hilang, kan bisa beli baru."

"Menurut gosip Bang Kaizo, itu hadiah dari gebetan Bang Gempa. Makanya dijaga baik-baik," jawab Blaze. Senternya diarahkan ke halaman rumah orang. "Kalau Jennie sampai nggak ketemu, bisa-bisa kita diamuk!"

"Hilih bucin, bikin repot orang aja!" batin Solar sebal. Dia mulai mengarahkan senternya ke sembarang arah, memati-nyalakan, bahkan menyorot wajah Blaze terus-menerus.

"Cari yang bener, dong! Hujannya makin deras, nih!" omel Blaze.

"Bang Hali mana?"

"Eh?"

Blaze celingukan mencari penampakan sang kakak yang entah sejak kapan menghilang dari peradaban. Angin kencang berhembus, menerbangkan selembar kain jingga dengan motif yang familiar di mata Blaze.

"ITU JENNIE, KEJAAAR!" teriak Blaze

"Terus Bang Hali gimana?" tanya Solar sambil berusaha menyamakan kecepatan larinya dengan Blaze.

"Biarin aja, yang penting Jennie tertangkap dulu!"

Blaze berlari sambil mengulurkan tangan, berusaha menggapai target misi yang dibawa angin, sementara Solar mengarahkan senternya ke depan sebagai penerang jalan. Sebuah tangan berbalut jam tangan ungu ikut terjulur ke arah yang sama, membuat Blaze berhenti berlari.

"Loh, kok ada Fang di sini?"

"Harusnya aku yang tanya begitu," kata Fang. Dia memutar-mutar payung hitamnya dan kembali bicara. "Ngapain ikutan ngejar sempak abangku?"

"Sempak apaan, kita ngejar Jen—" Blaze diam sebentar, lalu melanjutkan. "Handuk tangan Bang Gempa."

"Oh, dia enggak mau menyebutnya 'Jennie' di depan orang lain," batin Solar.

Dari perkataan Fang, dapat disimpulkan dua hal. Pertama, sempak Kapten Kaizo berwarna jingga dengan motif karikatur kelinci seperti Jennie-nya Gempa. Kedua, jika Kaizo bertitel "Pemburu Janda", maka Fang berhak dianugerahi titel "Pemburu Sempak" berkat jasanya hari ini. Tapi tunggu…

"WOI, TERBANGNYA UDAH JAUH!"

"ASTAGA, BURUAN KEJAR!"


Hujan masih turun deras dan kali ini sosok Solar ikut menghilang bersama Halilintar. Blaze melepaskan tudung jas hujannya sambil mengipasi diri dengan tangan, sementara Fang duduk jongkok di depan toko ikan yang sudah ditutup. Sekali lagi berkat angin, keberadaan Jennie/sempak Kapten Kaizo semakin sulit diidentifikasi.

"Sudah capek-capek dikejar malah hilang. Bang Hali ama Solar sampai ikutan hilang juga," gerutu Blaze. "Senternya kehabisan baterai, lagi!"

"Oi."

Sebuah telapak tangan mendarat di pundak Blaze.

"Ap—"

Perkataan Blaze terputus begitu seseorang menyuapkan sepotong kerupuk besar ke dalam mulutnya. Ternyata pelakunya Halilintar. Sudah bisa ditebak kalau yang dia pegang adalah kerupuk Nining.

"Lu rese kalau lagi laper," katanya sambil menirukan iklan produk makanan dari televisi.

Perempatan imajiner muncul di pelipis Blaze. Dia mengeluarkan kerupuk dari mulutnya secara paksa dan meledak, "BODO AMAT BANG!" Tapi beberapa saat setelahnya, dia memasukkan kerupuk ke dalam mulut. "Jadi laper beneran."

"Solar mana? Terus kenapa ada Fang di sini?" tanya Halilintar.

"Cuma kebetulan," jawab Fang. "Seingatku Solar masih ikut lari di belakang Blaze tadi, tiba-tiba aja hilang. Mungkin sudah ketiup angin."

"Sembarangan. Mana mungkin Solar se ringan itu," sanggah Blaze sambil mengunyah.

"Hei, lihat!" Halilintar mengarahkan telunjuknya ke puncak pohon di seberang toko. Terlihat dua benda bermotif karikatur kelinci yang tersangkut di puncaknya. "Itu bukannya…"

"SI JENNIE/SEMPAK ABANGKU!" teriak Blaze dan Fang secara bersamaan.

"Eh Jennie siapa?" tanya Fang bingung.

"Nggak penting, pokoknya kita harus ambil itu!" kata Halilintar mantap.

"Tapi gimana caranya? Pohonnya tinggi, lho!"

"Gendong-gendongan, lah! Fang yang paling bawah," usul Blaze.

"Enak aja, Blaze yang di bawah!"

Di saat Blaze dan Fang sibuk memperdebatkan siapa yang di atas dan di bawah, sekali lagi angin membawa pergi target misi hari ini.

"Terbang lagi dong," keluh Fang.

"Sudahlah, aku menyerah. Nanti minta maaf ke Bang Gempa terus beli barang baru," gumam Blaze putus asa.

"JANGAN MENYERAH DULU!"

Blaze, Halilintar, dan Fang menoleh dan menemukan sosok Solar yang mengendarai motor bebek di belakang. Kemunculan Solar di kala hujan seperti ini benar-benar keajaiban.

"Ayo naik. Kita kejar si biang kerok itu," kata Solar semangat.

Blaze dan Halilintar merasa terharu dengan inisiatif adik mereka. "ABANG BANGGA PADAMU SOLAR!"

"SOLAR PENYELAMATKU!" seru Fang sambil menyeka air mata (atau air hujan?) yang mengalir di wajahnya.

Sama sekali tidak ada yang berniat menanyakan darimana Solar menemukan motor tersebut. Anggap saja Solar "meminjam" motor orang.

"Lebay ah, buruan naik!"

Setelah berdebat selama beberapa menit, akhirnya diputuskan bahwa Blaze yang akan duduk di belakang Solar, disusul Halilintar, dan Fang yang harus duduk paling belakang. Kapan lagi bisa bonceng empat? Mumpung tidak ada polisi yang menjaga. Tetapi sebelum Fang sempat naik, Solar malah lebih dulu menjalankan mesin motornya.

"HOI AKU BELOM NAIK!"

Dan motor terus melaju, meninggalkan Fang dalam kesendirian di pinggir jalan.

"Soool, si Fang ketinggalan!" seru Halilintar sedikit berteriak karena suaranya teredam hujan.

"Duh, jemputnya nanti aja!" balas Solar. "Bang Hali ama Kak Lez lihat ke depan. Target sudah terlihat!"

Dengan penerangan seadanya dari lampu motor, Blaze dan Halilintar bisa melihat target misi mereka yang terbang semakin tinggi dari jarak normal yang bisa dijangkau.

"Sol, aku naik ke pundakmu ya," kata Blaze.

"Hah? Gimana…EY KAK LEZ SERIU—UOGH!"

Dibantu Halilintar, dengan susah payah Blaze duduk di pundak Solar dan mengulurkan tangan, berusaha meraih Jennie. Solar mati-matian menahan berat kakak yang duduk di pundaknya sambil mencoba untuk terus fokus mengemudikan motor, namun kini dia tidak tahan lagi. Motor mulai oleng dan akhirnya mereka berempat (termasuk motor) tercebur ke kolam terdekat.

BYUR!

"Ini gara-gara Blaze terlalu berat!" keluh Halilintar. "Diet, dong!"

"Lagipula, NGAPAIN SIH KAK LEZ NEKAT NAIK KE PUNDAKKU?! BERAT TAHU!" omel Solar.

Blaze tidak mengindahkan protes dari dua saudaranya. Matanya melirik kesana-kemari, mencari penampakan Jennie. Dia yakin sekali sempat menyentuh ujung kainnya hingga jatuh ke tanah sebelum tercebur berjamaah dengan Halilintar, Solar, dan motor bebek ke dalam kolam. Pandangannya kini tertuju pada kucing bertopi koboi dengan benda jingga dalam gigitannya. Tidak salah lagi, itu kucing gila Pak Senin Koboi dan Jennie! Tanpa aba-aba, dia langsung berlari mengejarnya.

"OI BANTUIN ANGKAT MOTOR DULU, BLAZE!"

Sadar telah menjadi pelaku kejahatan handuk, kucing gila itu segera memacu larinya sambil membawa Jennie. Tapi Blaze lebih cepat. Dengan tenaga yang tersisa, Blaze melompat ke depan, meraup tubuh si kucing, dan mengangkatnya tinggi-tinggi.

"Hah, ketangkap kau!" seru Blaze bangga.

Adegannya terasa dramatis dengan lampu sorot dari belakang, dilengkapi soundtrack film animasi singa terkenal. Blaze menoleh. Halilintar dan Solar kembali sambil mendorong motor bebek yang mendadak mogok. Cahaya lampu motor masih menyinari Blaze dan si kucing gila.

"Kamu ngapain sih, Blaze?"

"Ini bukan film L*on K*ng tahu, Kak Lez."

"Ah, maaf. Itu ringtone ponselku."


"Jadi," Taufan menggaruk-garuk kepala saat melihat pemandangan tiga saudaranya yang basah kuyup berselimut jas hujan di depan pintu. "Bisa jelaskan kenapa kalian hujan-hujanan sambil bawa kucing Pak Senin Koboi?"

"Terus itu motor siapa?" tanya Gempa sambil menunjuk motor bebek yang terparkir di halaman.

"Ceritanya panjang," kata Halilintar. "Intinya kami berhasil menyelesaikan misi penting hari ini."

Blaze menyerahkan si penjahat handuk pada Gempa dan tersenyum penuh kemenangan. "Jennie-nya Bang Gempa telah kembali dengan selamat."

Gempa menerima kucing gila tersebut lalu mengernyitkan dahi. "Lho? Ini bukan Jennie."

"Heh?"

Kucing Pak Senin Koboi didudukkan di lantai dan melepaskan gigitannya, membiarkan hasil tangkapannya tergeletak begitu saja, kemudian berlari menjauh. Gempa memungut benda tersebut lalu menunjukkannya pada tim pelaksana misi.

"Kalian mungut sempak siapa?"


Sementara itu di kediaman Rambut Ungu Bersaudara :

Kaizo mematung begitu Fang memamerkan hasil tangkapannya setelah sempat ditinggal sendirian oleh Elemental Bersaudara dengan senyuman lebar.

"Pang, sejak kapan sempak Abang berubah jadi handuk tangan?"

"Loh?"

Kaizo cuma bisa menghela napas panjang melihat Fang yang kebingungan melihat benda di tangannya. Hilang sudah sempak yang baru dia beli.

.

.

.

.


Note :

Halo-halo! Setelah sekian lama menghilang dan menjadi "budak korporat", Niumi kembali dengan ketidakjelasan lainnya!

Misi Trio Nyala-Nyala (?) ini terinspirasi dari insiden hujan yang menerbangkan sarung milik kakek Niumi, minus kegilaan di atas motornya. Kenapa Trio Nyala-Nyala? Karena api, petir, dan cahaya itu menyala /ampun...

Terima kasih telah membaca dan sampai jumpa di coretan lainnya~

#2U3ShiRo