Disclaimer : Gundam Seed / Destiny punya Sunrise, Niina hanya pinjam karakternya aja

Warning : AU, OOC, Absurd, Bingungin, Klise, Typo bertebaran

Dongeng

Oleh : LaNiinaViola

Selamat Membaca


Pada zaman dahulu kala, hidup seorang pemuda yang tinggal di sebuah desa kecil yang dekat dengan hutan. Sehari-hari pemuda ini bekerja sebagai pemburu. Ia akan pergi saat fajar mulai menyingsing ke dalam hutan untuk berburu hewan dan kembali lagi ke desa saat senja berwarna keemasan mulai mewarnai langit. Setiap hari sang pemuda akan menelusuri hutan mencari hewan buruan yang dapat dijual untuk menyambung hidupnya juga sang ibu yang tentu saja sudah tidak muda lagi. Berbagai macam hewan buruan pernah ia dapatkan, mulai dari yang kecil seperti seekor kelinci hingga yang besar seperti seekor rusa. Tidak menentu apa yang bisa ia dapatkan dalam sehari, semua bergantung pada tingkat keberuntungan sang pemuda.

Hari ini seperti biasa sang pemuda pergi ke hutan untuk berburu. Berbekal seperangkat anak panah dan sebuah belati, ia pamit kepada sang ibu dan segera pergi menuju hutan. Hutan tempat pemuda ini berburu berada di selatan desa, untuk sampai kesana ia akan melewati sebuah pasar yang sangat ramai di pagi hari. Batas terakhir desa adalah sebuah rumah yang memiliki menara, rumah si dokter gila sebut para penduduk desa. Tidak ada yang pernah melihat sang pemilik keluar dari rumahnya dan itu membuat rumor aneh tentang si dokter menjadi semakin simpang-siur. Banyak yang mengatakan bahwa sang dokter menjadi gila setelah ditinggal mati oleh istri tercintanya, ada juga yang mengatakan bahwa dokter ini menganut ajaran sesat yang membuatnya bersekutu dengan setan. Tidak ada rumor baik yang pemuda ini ketahui tentang si dokter pemilik rumah dengan menara itu.

Sang pemuda mulai menelusuri hutan dengan seksama, berharap keberuntungannya hari ini bisa membuatnya mendapat buruan yang besar. Semakin masuk ke hutan, semakin sepi juga suara yang dapat terdengar. Hanya ada bunyi serangga dan juga langkah kaki dari sang pemuda itu sendiri yang dapat terdengar oleh indra pendengarannya. Terus berjalan sambil mengamati sekeliling hingga akhirnya ia tiba di tepi sungai. Merasa kehausan karena sudah berjalan cukup jauh, sang pemuda memutuskan untuk beristirahat. Sepertinya hari sudah mulai siang, terbukti dari posisi matahari yang kini tepat berada di atasnya. Sambil beristirahat, sang pemuda mengeluarkan bekal yang disudah disiapkan ibunya sedari pagi untuknya dan mulai memakannya hingga habis. Setelah selesai, ia kemudian melanjutkan pencariannya mencari hewan buruan di hutan.


Hari ini nampaknya bukan hari keberuntungan sang pemuda, ia hanya mendapatkan seekor kelinci dari hasilnya berburu seharian ini. Tidak mau membuat ibunya khawatir, ia memutuskan untuk tetap pulang biarpun hanya bisa membawa pulang seekor kelinci. Ia mulai melangkahkan kakinya menyusuri hutan untuk kembali ke desa. Di tengah perjalanan dirinya bertemu dengan seekor serigala kelaparan, menambah panjang kesialan yang harus ia terima hari ini. Karena menghindari serigala itu sang pemuda baru bisa keluar dari hutan setelah hari gelap. Sebelumnya ia tidak pernah pulang saat gelap, ibunya pasti sangat khawatir sekarang ini.

Ia berjalan keluar dari hutan dan yang pertama terlihat adalah rumah sang dokter. Rumah itu terlihat lebih menakutkan daripada saat siang hari. Dirinya berusaha mengabaikan rasa takutnya tapi matanya tiba-tiba saja menangkap sosok seorang gadis dari sebuah jendela yang terbuka di menara rumah dokter itu. Gadis itu memiliki rambut pirang sebatas pundak dan mengenakan baju berwarna putih. Pandangannya tidak bisa lepas dari sosok yang baru pertama kali ia lihat tersebut. Cantik, benar-benar cantik pikir pemuda itu, dirinya bahkan tanpa sadar terus memandangi sang gadis dan melupakan rasa takutnya saat pertama memandang rumah tersebut ketika malam. Angin yang berhembus melewati jendela memainkan helaian rambut sang gadis, membuatnya terlihat lebih cantik lagi dari sebelumnya. Tersadar jika hari semakin larut, sang pemuda buru-buru pergi karena ibunya pasti sangat khawatir sekarang ini. Sang pemuda kemudian pergi tetapi sebelum jauh, ia menoleh kembali ke jendela menara rumah sang dokter dan melihat gadis itu untuk terakhir kalinya hari ini.

Benar saja, sesampainya di rumah sang ibu sudah menunggu di depan dengan raut wajah yang sangat khawatir. Sang pemuda kemudian menghampiri ibunya yang langsung disambut dengan senyuman lega.

"Kenapa baru pulang saat gelap? Apa terjadi sesuatu?" Tanya ibunya saat pemuda ini datang.

"Aku tidak apa-apa bu, hanya harus sedikit memutar karena aku bertemu serigala saat perjalanan pulang." Jawab sang pemuda disertai dengan senyuman agar ibunya tau ia baik-baik saja.

"Kau tidak terluka kan?" Tanya sang ibu lagi.

"Tidak bu, aku bisa menghindarinya tanpa harus terluka. Tapi maaf hari ini aku hanya mendapatkan seekor kelinci."

Ibunya tersenyum kemudian berkata, "Tidak apa, kita harus mensyukuri papun yang kita dapatkan."

Pemuda ini tersenyum dan mengangguk, mengiyakan ucapak ibunya. Mereka kemudian masuk dan menghabiskan malam dengan bercengkrama satu sama lain sebelum tidur.


Pagi datang dan fajar mulai menyingsing, menampilkan langit berwarna merah dengan perpaduan jingga yang sangat indah. Sang pemuda sudah bangun sedari pagi dan bersiap-siap pergi berburu. Ia harus lebih semangat lagi dari hari kemarin agar bisa mendapatkan buruan yang lebih bagus hari ini. Saat akan pergi, ia teringat gadis cantik di jendela menara rumah sang dokter. Ia ingin melihatnya lagi, apa hari ini gadis itu akan muncul lagi? Semoga saja, pemuda itu berharap dalam hatinya. Ia kemudian berpamitan dengan sang ibu dan pergi menuju hutan.

Saat melewati rumah sang dokter, sang pemuda tidak lupa memperhatikan dengan seksama rumah itu, berharap bisa menemukan gadis yang ia lihat semalam. Tapi ia tidak bisa menemukannya, jendela di menara juga tertutup. Dirinya hanya bisa menelan kekecewaan karena tidak bisa melihat gadis itu lagi pagi ini. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya menuju hutan untuk berburu.


Hari ini sang pemuda mendapatkan seekor kijang yang cukup besar, ia merasa sangat senang. Hari sudah sore saat ia tiba di luar hutan. Pemuda itu merasa sangat kesusahan berjalan karena buruan yang ia bawa, kijang itu terasa sangat berat baginya. Ia memilih untuk meletakkan buruannya sejenak untuk mengambil napas. Tanpa ia sadari ternyata ia berada di depan rumah sang dokter, ia baru sadar saat matanya memandang menara yang ada di rumah itu. Tapi sama seperti pagi tadi, jendela itu juga tertutup. Merasa letihnya sedikit berkurang, pemuda itu segera berjalan kembali menuju rumahnya.

Saat pulang, ibunya sudah menyambut sang pemuda di dapur rumahnya. Ia masuk melalui pintu belakang karena dirinya harus meletakkan hasil buruannya terlebih dulu ke ruang penyimpanan. Sang ibu tersenyum saat dirinya pulang yang segera ia balas dengan senyuman yang paling cerah.

"Bagaimana harimu?" Pertanyaan wajib yang selalu ibunya tanyakan ketika ia pulang.

"Sangat baik bu, sepertinya tuhan mengganti kekecewanku kemarin dengan hasil buruan hari ini." Jawabnya.

"Benarkah? Kau harus berterimakasih dan bersyukur pada tuhan untuk itu." Ibunya menanggapi sembari terus memasak makan malam untuk mereka.

"Iya bu. Aku akan pergi membersihkan diri kalau begitu." Ibunya hanya menaggapinya dengan anggukan.


Makan malam kali ini sangat lezat, terdiri dari sup daging kelinci hasil buruannya kemarin dan juga sepotong roti. Sambil makan makan, mereka sesekali berbincang. Tiba-tiba pemuda ini teringat akan gadis di rumah dokter yang ia lihat tempo hari. Ia berpikir untuk menanyakannya pada sang ibu, mungkin saja ibunya tahu sesuatu tentang gadis itu.

"Bu, apa ibu tahu sesuatu tentang gadis yang tinggal di rumah dokter Hibiki?" Tanya pemuda itu pada ibunya.

"Gadis di rumah dokter Hibiki? Apa ada seorang gadis yang tinggal di rumah dokter Hibiki?" Ahh, sepertinya ibunya juga tidak tahu tentang gadis itu.

"Emm, sebenarnya kemarin saat pulang malam dan melewati rumah dokter Hibiki aku melihat seorang gadis di jendela menara rumahnya. Aku pikir mungkin ibu tahu sesuatu tentang dirinya." Ucap sang pemuda dengan sedikit malu-malu. Tidak bisa dipungkiri setelah pertemuannya kemarin, dirinya menjadi tertarik dengan gadis itu.

"Ibu belum pernah mendengar dokter Hibiki memiliki anak gadis, setahu ibu dulu dokter Hibiki tinggal bersama istrinya. Dia merupakan dokter yang hebat tapi kemudian ia berubah saat istrinya meninggal. Dokter itu tidak pernah terlihat keluar lagi dari rumahnya." Jelas ibunya.

"Apa karena itu warga desa menyebutnya sebagai dokter gila?" Tanyanya lagi.

"Hush, kau tidak boleh menyebut beliau seperti itu." ibunya memperingatkan. "Mungkin dokter Hibiki merasa sangat kehilangan sehingga ia tidak bisa melupakan kesedihannya saat istrinya pergi." Pemuda itu tertunduk, merasa simpati mendengar kisah singkat tentang kehidupan dokter Hibiki itu.

Tidak lama acara makan malam telah selesai. Ia berinisiatif membantu ibunya membereskan alat makan yang mereka gunakan dan kemudian berpamitan untuk pergi istirahat.


Setelah mendapatkan buruan yang besar, sang pemuda memutuskan untuk tidak pergi ke hutan hari ini. dirinya akan pergi ke pasar dan menjual hasil buruannya kemarin. Biasanya ibunya yang akan melakukannya, hanya saja ia tidak sampai hati melihat ibunya berjalan ke pasar dengan hasil buruannya yang besar kemarin itu. Ia pergi ke pasar dengan membawa beberapa tas besar berisi daging kijang yang telah ia potong-potong terlebih dahulu untuk memudahkannya.

Sesampainya di pasar, ia segera pergi ke tukang daging yang sudah menjadi langganan setia membeli hasil buruannya. Paman Mwu adalah salah satu tukang daging yang sudah berjualan di pasar ini sangat lama, bahkan sejak pemuda ini masih sangat kecil paman Mwu sudah berjualan disini. Dulu ketika ayahnya masih hidup, ia sering menemani ayah menjual hasil buruannya kepada paman Mwu dan sekarang setelah ayah meninggal ia yang menggantikan tugasnya.

"Paman, hari ini aku membawa seekor kijang." Ujar pemuda itu saat dirinya sampai di kios paman Mwu.

"Waw, buruan yang sangat besar nak. Pantas saja hari ini bukan ibumu yang membawa hasil buruanmu." Sambil melayani pelanggan, paman Mwu menanggapi.

"Tentu, tidak sampai hati aku melihat ibu membawa kijang yang berat ini."

"Hahaha kau benar, letakkan saja di tempat biasa. Aku akan kesana setelah semua ini selesai."

"Baik paman." Ia kemudian masuk kebih dalam ke dalam kios paman Mwu. Tepat di pojok kios ada lemari tempat paman Mwu menyimpan daging dagangannya, disana juga pemuda itu meletakkan hasil buruannya. Setelah selesai meletakkan semua isi tas yang ia bawa, paman Mwu datang menghampiri.

"Aku rasa ini cukup untuk hasil buruanmu." Paman Mwu sambil memberikan sekantung koin padanya.

Pemuda itu sedikit mengintip dan kemudian berkata "Ini lebih dari cukup paman, terimakasih banyak."

" Hahahaha sama-sama nak."

Selesai dengan urusannya, ia kemudian berpamitan kepada paman Mwu. Sebelum pulang dirinya mampir di beberapa kios untuk membeli bahan makanan untuk persedian di rumah. Baru setelah selesai dirinya pulang ke rumah.


Hari terus berjalan, pemuda itu masih terus sibuk dengan kegiatannya berburu di hutan. Sejak pertemuannya dengan gadis di rumah dokter Hibiki, dirinya tidak pernah sekalipun melupakannya. Katakan saja bahwa tanpa sadar dirinya telah jatuh hati dan selalu mengharapkan kehadirah gadis itu, biarpun hanya memandanginya dari jauh tanpa bisa mengajaknya berbicara.

Satu hal yang pemuda itu ketahui, bahwa gadis itu akan muncul saat hari telah gelap. pemuda itu dapat mengetahuinya karena beberapa kali ia harus pulang terlambat dan bisa menjumpai gadis itu ketika bulan sudah menggantikan posisis matahari menyinari langit malam. Gadis itu akan duduk di depan jendela menara rumah dokter Hibiki. Kecantikannya mungkin bisa membuat bulan cemburu pikir pemuda itu.

Setelah mengetahui itu, ia akan beralasan ingin berjalan-jalan sebentar setelah makan malam kepada ibunya. Ia akan pergi ke rumah dokter Hibiki dan mengagumi kecantikan sang gadis. Hal itu terus ia lakukan hingga tanpa terasa musim sudah berganti menjadi semakin dingin dari musim sebelumnya.

Dingin yang sangat menusuk tidak menghalangi niat pemuda itu untuk menemui sang gadis, dirinya tetap pergi barang sebentar untuk melihat gadis itu. Tapi saat musim dingin terkadang jendela di menara tidak terbuka. Mungkin gadis itu kedinginan, tentu saja. Biarpun begitu sang pemuda tetap akan pergi mengunjunginya.


Suatu hari di musim dingin, tiba-tiba saja ibunya jatuh sakit. Pemuda ini sudah mengunjungi beberapa dokter yang ada di desa tetapi tidak ada yang sanggup mengobati ibunya. Mereka mengatakan sepertinya ibunya sudah terlalu tua dan sulit untuk disembuhkan. Dirinya tidak menyerah, ia berpikir keras bagaimana bisa menyembuhkan penyakit ibunya. Tiba-tiba saja ia teringat akan perkataan ibunya dulu bahwa dokter Hibiki adalah seorang dokter yang hebat. Sang pemuda yang sudah sangat putus asa pergi mendatangi rumah dokter Hibiki. Tidak peduli dengan omongan warga desa bahwa dokter itu adalah dokter gila.

Dengan tergesa-gesa pemuda itu pergi mendatangi rumah dokter Hibiki. Ia segera mengetuk pintu rumah itu saat sampai. Satu kali, dua kali, tiga kali ia mengetuk tapi tidak ada jawaban. Sang pemuda tidak menyerah, dirinya tetap berdiri di depan pintu rumah sanng dokter dan terus mengetuknya. Tepat pada ketukan kedelapan pintu rumah akhirnya terbuka. Seorang pria tua dengan rambut cokelat dan beberapa berubah keperakan keluar dari balik pintu. Pemuda itu belum pernah bertemu dengan dokter Hibiki, tapi pikirannya mengatakan bahwa lelaki tua itu adalah dokter Hibiki.

"Dokter Hibiki, aku mohon bantu aku. Ibuku sedang sakit parah dan tidak ada dokter yang bisa menyembuhkannya." Ujarnya pada sang dokter.

Dokter itu memandangi pemuda ini sejenak, kemudian berusaha menutup kembali pintunya. Dirinya tidak menyerah, ia menahan pintu itu dan kembali berujar. "Kumohon dokter, aku akan membayar anda berapapun, bahkan jika itu artinya aku harus berhutang kepada anda seumur hidupku."

Sang dokter tidak tertarik, dirinya tetap tidak mengeluarkan sepatah katapun dan kembali berusaha menutup pintu rumahnya. "Kumohon dokter, hanya ibu satu-satunya yang aku miliki di dunia ini. aku tidak ingin kehilangannya, kumohon." ia kembali memohon, bahkan tanpa sadar air mata sudah mengalir di wajahnya.

Mendengar permohonan pemuda itu, sang dokter akhirnya luluh. Ada rasa takut yang teramat sangat di mata pemuda itu. Baginya yang pernah ditinggal oleh sesorang yang amat ia cintai, sang dokter jelas mengerti bagaimana perasaan pemuda itu saat ini. Tanpa banyak berkata, sang dokter segera pergi ke dalam rumah dan mengambil mantel yang tergantung di dekat salah satu kursi dan mengambil sebuah tas yang tersimpan di lemari. Pemuda itu hanya bisa bengong saat sang dokter memakai mantelnya dan berjalan keluar.

"Ayo, tunggu apa lagi? Kita harus segera menemui ibumu." Ujar sang dokter kepada si pemuda. Ia kemudian sadar dan segera berjalan dengan cepat memandu sang dokter ke rumahnya.

Sesampainya di rumah, ibunya sudah terlihat sangat lemas. Nafasnya juga memburu seperti orang yang habis berlarian jauh. Sang dokter dengan sigap langsung memeriksa ibunya. Pemuda itu berharap semoga dokter Hibiki mampu menyembuhkan penyakit ibunya.

Setelah selesai memeriksa, dokter Hibiki segera menghampirinya. "Sepertinya ibumu terkena alergi, apa sebelumnya ia memakan sesuatu yang aneh?"

Pemuda itu kemudian berpikir, mencoba mengingat apa saja yang ibunya makan atau lakukan beberapa hari sebelumnya. "Ibu memiliki alergi dengan buah persik, beberapa hari yang lalu sepertinya ia tidak sengaja memakan kue yang terbuat dari selai buah itu."

"Itu dia penyebabnya, aku akan memberikan obat anti alergi dengan dosis yang kuat karena sepertinya alerginya sudah membuat kerja paru-parunya terganggu." Ujar sang dokter.

Pemuda itu hanya bisa mengangguk saat sang dokter memberikan penjelasan tantang tata cara meminum obat yang ia berikan dan apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan untuk mempercepat kesembuhan ibunya.

Setelah selesai, pemuda itu berterimakasih dan berusaha membayar jasa sang dokter, tapi dengan tegas dokter itu menolak uang yang ia berikan. Dirinya kemudian bergegas pergi dari rumah itu dan pulang ke rumahnya. Pemuda itu segera mengejar sang dokter bermaksud untuk mengantarkannya tapi ditolak, sang dokter mengatakan lebih baik jika dia di rumah dan menjaga ibunya. Kemudian sang dokter langsung pergi sementara pemuda itu hanya bisa memandangi kepergian dokter Hibiki.


Beberapa hari kemudian sang ibu sudah terlihat membaik, birpun masih lemah tapi sudah bisa bangun dan berjalan keluar dari tempat tidur. Pemuda itu merasa bersyukur ibunya bisa kembali sehat, ia benar-benar tertolong oleh dokter Hibiki. Ia merasa berhutang kepada dokter itu dan berpikir bagaimana cara membalas kebaikan sang dokter?

Ibunya menyarankan jika ia membantu di rumah sang dokter. Melihat bagaimana dokter itu mau membantu sang pemuda, pastilah dirinya tidak seburuk yang dikatakan oleh warga desa. Setelah ibunya sudah mulai bisa beraktivitas seperti biasa, pemuda ini mulai membiasakan diri berkunjung ke rumah sang dokter. Mulanya tentu saja sang dokter merasa keberatan dan tidak jarang pemuda itu diusir oleh sang dokter dari rumahnya. Namun, keteguhan hati sang pemuda akhirnya dapat membuahkan hasil. Perlahan sang dokter mampu menerima keberadaan si pemuda yang berusaha membantunya. Pemuda itu akan melakukan apapun yang sekiranya di perlukan, seperti merapihkan rumput yang sangat tinggi di halaman, membersihkan bagian luar rumah, juga sesekali membawakan dokter ini makanan yang di masakkan oleh ibunya.

Pemuda ini tidak setiap hari berkunjung, karena dirinya juga harus pergi berburu untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan juga sang ibu. Ia hanya akan datang saat dirinya tidak pergi ke hutan untuk berburu. Tanpa terasa, musim sudah beberapa kali berganti. Sekarang sang dokter sudah mengizinkan sang pemuda masuk ke dalam rumahnya. Beberapa kali mereka juga terlibat obrolan santai hingga serius tergantung pada topik yang dibahas. Bagi pemuda itu, dokter Hibiki sudah seperti orang tuanya sendiri. Kedekatan yang mereka jalani sedikit banyak bisa memperlihatkan sifat asli masing-masing. Ternyata, dokter Hibiki adalah orang yang hangat, ia sangat mencintai istrinya dan sangat sedih ketika istrinya sakit sampai akhirnya maut memisahkan mereka.

Pemuda ini pernah bertanya bagaimana rupa istri sang dokter. Dokter Hibiki menjawab istrinya adalah sesorang yang sangat cantik, memiliki rambut pirang sebahu dan memiliki senyum secerah mentari. Akan ada kerinduan yang besar terpancar dari mata sang dokter saat menceritakan tentang mendiang istrinya. Tapi jika diingat lagi, sepertinya ciri-ciri istri sang dokter mirip dengan gadis yang selalu muncul di jendela menara rumah ini tiap kali malam tiba. Apa dokter Hibiki memiliki seorang putri yang terlihat mirip dengan mendiang istrinya? Tapi dirinya tidak pernah bertemu sekalipun sudah sering mengunjungi rumah sang dokter, Atau yang lebih parah lagi itu adalah hantu mendiang istri sang dokter? Tidak, tidak, tidak, sang pemuda memnggeleng menepis semua kemungkinan aneh yang terlintas di benaknya.


Suatu hari, ketika matahari sedang bersinar terang, sang pemuda datang mengunjungi rumah dokter Hibiki seperti biasa. Hari ini dirinya mempunyai sebuah rencana, ia akan berasalan mau membantu membersihkan area menara rumah dokter dan melihat ruangan tempat gadis cantik yang selalu memenuhi ruang di hatinya itu berada. Hanya ada satu kemungkinan rasional yang ada di benaknya dan semoga saja itu tidak benar. Dirinya berpikir jangan-jangan dokter Hibiki mengurung anak perempuannya di menara dan tidak memperbolehkannya keluar. Itu sebabnya ibunya juga orang di desa tidak mengetahui tentang gadis ini. Jika itu benar, sosok dokter Hibiki yang selama ini dia kenal tentu tidak sebaik kelihatannya. Tapi dokter itu punya alasan sendiri sampai mengurung putrinya seperti itu bukan?

Mulanya pemuda ini membersihkan rumah yang sering dihuni oleh sang dokter, dia kemudian masuk lebih dalam dan menemukan jalan menuju menara. Dengan mengendap-endap ia masuk ke menara dan mencari ruangan tempat gadis itu berada. Tepat di ujung anak tangga yang ada di menara ada sebuah pintu. Pemuda itu yakin pintu tersebut adalah pintu ruangan tempat sang gadis berada. Dengan perasaan berdebar, pemuda itu menarik pintu kayu berharap semoga saja sang dokter tidak menguncinya. Tapi ternyata tidak terkabul, pintu itu terkunci. Ia tidak mungkin mendobraknya, itu hanya akan menimbulkan kekacauan di rumah dokter Hibiki. Pemuda ini berpikir, dimana kira-kira sang dokter menyimpan kunci ruangan ini.

Tidak jauh dari pintu ini, ada sebuah laci yang terdapat vas bunga di atasnya. Salah satu laci itu sepertinya tidak tertutup dengan sempurna. Merasa penasaran, pemuda ini kemudian menarik laci itu dan betapa beruntungnya dia, ada sebuah kunci. Biarpun ia tidak tahu apakah kunci itu adalah kunci pintu ruangan si gadis atau bukan. Ia mencoba memasukkan kunci itu dan memutarnya perlahan. Ceklek, bunyi yang menandakan bahwa kunci itu memang pas di pintu ruangan sang gadis.

Perasaan berdebar di awal yang sempat hilang karena mengira pintu itu tidak bisa terbuka kembali muncul. Dengan langkah yang sangat halus ia masuk ke dalam ruangan itu dan kembali menutupnya. Ruangan itu adalah sebuah kamar yang memiliki beberapa perabotan seperti tempat tidur, lemari dan juga laci kecil. Sepi sekali ruangan ini, dimana kira-kira pemiliknya berada, tanya pemuda itu dalam hatinya. Matanya kembali menyapu seluruh ruangan, ada seseorang selain dirinya di kamar itu. orang itu tengah duduk di sebuah kursi dekat dengan jendela. Karena ruangan yang sedikit gelap, ia tidak menyadarinya di awal tadi. Secara perlahan ia menghampiri seseorang yang duduk itu.

Terkejut, sangat terkejut bahkan. Seseorang yang ia lihat duduk itu bukanlah manusia, melainkan sebuah boneka. Boneka ini memiliki rambut pirang sebahu dan mengenakan gaun berwarna putih. Detail yang sangat presisi membuatnya tampak seperti manusia sungguhan. Ternyata, selama ini gadis yang ia lihat di jendela menara rumah dokter Hibiki adalah sebuah boneka. Boneka yang telah mencuri hatinya. Tidak tahu pasti apa yang ia rasakan kali ini, ada perasaan senang karena bisa berjumpa dengan gadis yang ia cintai tapi juga merasa kecewa juga sedih disaat yang bersamaan karena sampai kapanpun cintanya tidak akan terbalas oleh gadis itu.

Tanpa pemuda itu sadari, sang dokter pemilik rumah itu sudah berada di depan pintu ruangan tempat boneka itu disimpan.

Bukannya marah atau kesal karena sang pemuda masuk ke ruangan pribadinya tanpa izin, sang dokter malah memberitahukan fakta yang selama ini ia simpan sendiri. "Cantik sekali bukan? Aku membuatnya sgar semirip mungkin dengan istriku." Ujar sang dokter.

"Iya, dokter, sangat cantik." Jawab sang pemuda. "Maafkan saya dokter Hibiki, saya telah lancang masuk ke ruangan ini tanpa izin." Dirinya tentunduk merasa menyesal akan perbuatannya.

"Tidak perlu merasa bersalah, dari awal aku sudah tahu jika kau pasti penasaran pada boneka itu." Pemuda itu hanya bisa merasa heran, bagaimana dokter Hibiki tahu?

"Aku sering melihatmu memandangi boneka istriku saat jendela di menara terbuka, cepat atau lambat kau pasti akan mengetahuinya. Aku hanya tidak menyangka kau akan nekat mencari cara masuk ke ruangan ini. Aku sempat berpikir kau akan bertanya tentangnya suatu saat nanti, bukan mencari kebenarannya sendiri." Jelas sang dokter, menjawab pertanyaan yang tidak terucapkan oleh pemuda itu.

Dokter itu kemudian menceritakan asal usul boneka itu. Satu tahun setelah istrinya pergi meninggalkannya, kesedihan masih terus dirasakan oleh sang dokter. Kerinduan yang amat sangat membuatnya berpikir untuk membuat boneka yang sangat mirip dengan mendiang istinya. Butuh waktu yang sangat lama hingga boneka itu selesai dibuat. Ketika akhirnya selesai, ia sering membuka jendela di menara, membiarkan maha karyanya melihat indahnya langit malam. Saat itulah pemuda itu berjumpa dengan boneka cantik ini, malam ketika jendela menara di buka.

Setelah mengetahui kebenaran tentang gadis yang is cintai, sang pemuda mengatakan kepada sang dokter bahwa dirinya telah mencintai boneka cantik itu. Sang dokter tidak bisa bisa menyalahkan perasaan pemuda itu. biar bagaimanapun kita tidak bisa memilih kepada siapa cinta kita akan berlabuh. Begitu juga dengan pemuda ini, tidak pernah terlintas sekalipun dipikirannya jika cintanya akan jatuh kepada sebuah boneka cantik. Tapi satu hal yang pemuda itu tahu pasti, cintanya kepada sang boneka cantik adalah cinta yang tulus. Biar sampai kapanpun cintanya tidak akan terbalaskan, ia tidak pernah menyesal telah melabuhkan cintanya pada sang boneka cantik.


"Jadi, pemuda itu tidak bisa hidup bahagia dengan gadis dari rumah sang dokter?" Tanya Carina pada ibunya setelah kisah itu selesai di ceritakan.

"Tidak semua dongeng memiliki akhir seperti Cinderella yang menikah dengan sang pangeran, sayang. Tapi ibu yakin sang pemuda tetap hidup bahagia biarpun cintanya tidak akan terbalas oleh sang gadis sampai kapanpun." Ujar sang ibu.

"Tapi bu, bagaimana ia bisa tetap bahagia padahal tidak bisa bersama dengan gadis yang ia cintai?" Carina kecil kembali bertanya kepada ibunya.

Dengan sabar ibunya menjawab pertanyaan Carina, "Itu karena cintanya pada sang gadis sangat tulus. Baginya itu sudah cukup, sayang"

"Tapi aku tetap tidak mengerti bu." Carina masih bingung dengan penjelasan sang ibu.

"Hahaha, tidak apa-apa. Suatu saat Carina akan mengerti apa itu cinta sejati dan ibu berharap kau bisa menemukannya."

"Apa ibu sudah menemukan cinta sejati itu?" Tanya Carina lagi.

"Tantu saja, ayahmu, kakakmu dan juga kau adalah cinta sejati ibu." Jawab sang ibu sambil sedikit menggelitiki Carina.

Carina tertawa, "Hahaha, ibu geli."

Setelah beberapa saat ibunya berhenti menggelitiki Carina. "Baiklah, cukup dongeng malam ini. sudah waktunya untuk Carina tidur."

"Baik bu," Ibunya kemudian membantu Carina merapihkan selimut dan memberikan kecupan selamat malam di dahinya. Sang ibu kemudian pergi meninggalkan kamar putrinya itu dan kembali ke kamarnya.


Di dalam kamar seorang laki-laki dengan surai segelap malam tengah membaca sambil bersandar pada kepala ranjang. "Sudah selesai mendongeng untuk Carina?" Tanya sang suami saat istrinya masuk ke dalam kamar mereka.

"Sudah." Jawab sang istri sambil menaiki kasur mereka.

Sang suami yang sedang membaca kemudian meletakkan bukunya ke laci yang berada di samping tempat tidur mereka, kemudian memeluk sang istri dan membetukan selimut mereka.

"Jadi? Dongeng apa yang kau ceritakan kali ini?" suaminya sedikit penasaran.

"Cerita tentang seorang pemuda yang jatuh cinta pada sebuah boneka cantik." Jawab sang istri.

"Hahaha, Cerita apa itu? Akhirnya pasti tidak bahagia." Ejek sang suami.

"Dongeng itu memang tidak semua berakhir bahagia seperti Cinderella, Athrun, yang terpenting adalah pesan moral yang dapat diambil di dalamnya." Bela sang istri.

"Kau benar, Cagalliku ini memang sangat pintar." Puji sang suami.

"Sudah, kita harus segera tidur, besok ada operasi yang harus kamu lakukan bukan?"

"Aku akan segera tidur setelah mendapatkan ciuman selamat malam darimu, Cagalli." Ujar si suami sambil menunjuk bibirnya, bermaksud menggoda sang istri.

"Kau itu, seperti anak kecil saja." Biarpun protes, Cagalli tetap mendekatkan wajahnya pada Athrun dan mengecup singkat bibir suaminya.

"Apa itu? kenapa hanya sekejap?" Cagalli tidak memperdulikan ucapan Athrun dan memilih membenamkan wajahnya di pelukan suaminya, berusaha untuk tidur.

Athrun hanya bisa tersenyum dan mengecup puncak kepala Cagalli, "Selamat tidur, sayang." Tanpa Athrun tahu, Cagalli tersenyum atas perlakuan suaminya tersebut. Mereka kemudian mulai menutup mata dan pergi ke alam mimpi sambil berpelukan.

Selesai


...

Mind to tell me how you feel?

...