Gundam Seed Sunrise

Warning: cerita gaje, typoo, humor garing sekering desir pasir di padang tandus

In The End Panda Nai

Enjoy it

Pada zaman dahulu kala, di sebuah hutan rimba hiduplah seekor kelinci kecil. Kelinci itu memiliki bulu emas di seluruh tubuhnya, matanya berkilau bagaikan batu permata. Banyak yang ingin memilikinya, tapi tak sanggup untuk menangkapnya. Suatu hari, datanglah seorang pria pemburu ke dalam hutan. Pria berwajah tampan namun seram. Sorot matanya tajam seperti pisau, kulitnya putih seperti hantu, dan rambutnya panjang seperti bidadari, pria itu...

"Ibu rasa cerita ini terlalu ekstrem untuk anak seusiamu."

Kepala mungil bersurai biru itu terangkat menatap seorang wanita cantik yang sedari tadi duduk menemaninya menulis sebuah cerita fiksi, di dalam kamar tidur miliknya. Mata hijaunya mengerjap berkali-kali, pulpen yang berada dalam genggamannya ia ketuk-ketuk di pipi tembemnya. Seulas senyum menghiasi wajah cantiknya. "Apa aku harus mengubahnya?"

Sang ibu mengangguk pelan kemudian menunjuk satu kalimat yang tertulis di buku gadis itu.

"Kalimatnya seolah tidak nyambung dan terburu-buru."

Bibir mungil sang gadis membulat. "Oh, benarkah? Aku rasa ini masih permulaan."

"Bukankah prolog dalam cerita bisa menjadi penentu apakah cerita itu menarik atau tidak?"

Gadis kecil menggangguk pelan. Segera ia mencoret paragraf yang telah ia buat dengan tidak susah payah, karena si gadis kecil terlalu 'ngawur' ketika menuliskannya. "Padahal, sang pemburu dan kelinci emas adalah ide terbaikku."

"Lanjutkan saja jika kau suka."

Kedua perempuan itu menoleh ke arah pintu. Seorang pria berusia 36 tahun nampak bersandar pada pintu yang terbuka. Ada senyum di wajahnya, meski pakaiannya nampak lusuh, hal itu tak jadi masalah... karena ia punya wajah yang tampan─oke, sepertinya ini kalimat yang salah.

"AYAH!"

Gadis kecil beranjak dari tempatnya, berlari kecil, dan melompat memeluk sang ayah.

"Cathy-ku sayang. Aduh, hari ini kamu cantik sekali~" Cathryn tertawa geli saat Alex mencium-cium gemas pipinya.

"Ayah~" Ia merengek pelan dan menjauhkan wajah Alex dari pipinya karena sesuatu yang tajam dan kasar seolah menusuk kulit lembutnya. "Ayah, belum cukuran ya? Duri di dagu ayah mulai tumbuh tuh."

Alex Dino hanya bisa terkekeh pelan, ia menepuk-nepuk kepala Cathryn dengan gemas. Mata hijaunya beralih menatap seorang wanita cantik yang sedari duduk anteng memperhatikan interaksinya dengan Cathryn. Alex bergerak mendekat pada wanitanya. Satu kecupan mendarat di bibir manis sang istri.

"Aku pulang, Cagalli." Ucapnya dengan lembut.

Cagalli mendesah pelan, ia menutup matanya sejenak. Jarinya menunjuk ke belakang Alex. "Bukankah kita sepakat tidak mengumbar kemesraan di depan Cathryn?" suaranya terdengar pelan.

Alex menggaruk tengkuk. Pipinya tiba-tiba terasa panas dan memerah karena malu, sejujurnya ia lupa dengan segala perjanjian yang pernah ia buat bersama istrinya. Salah satunya jangan bermesraan di depan Cathryn, terlebih usianya baru menginjak 6 tahun. "Maaf, aku kelepasan. Kau cantik sih hari ini."

Cagalli hanya memasang wajah datar, meski batinnya pasrah dengan segala tingkah suami yang sudah dinikahinya selama 8 tahun.

"Kenapa baru pulang sekarang?"

Mata Alex membulat sempurna, dengan sigap tangannya merogoh selembar kertas yang bersarang dalam saku kemeja kumal miliknya. Sedikit klarifikasi, kemeja kumal yang ia pakai bukan karena ketidakmampuan sang istri dalam mengurusnya, tapi karena mereka terlalu miskin untuk membayar listrik.

Ya... mereka adalah keluarga yang... miskin.

"Saat aku menikahimu, aku pernah berjanji pada ayah Uzumi, aku akan membahagiakanmu. Aku tak membuatmu hidup menderita. Kali ini aku berhasil melakukannya!" Alex berucap dengan menggebu-gebu.

"Apa maksudmu?"

Alex menyerahkan selembar kertas putih nan sakral ke tangan Cagalli. "Kita akan menjadi kaya."

Mata Cagalli memicing, mencoba menelusuri ekspresi sang suami. Cagalli terlalu takut jika suaminya berubah gila atau terlampau setres dengan keadaan ekonomi keluarga sampai-sampai jadi halu begini. Bagaimana caranya menjadi kaya jika suaminya yang notabene bekerja sebagai buruh perusahaan es krim terkenal di ORB dengan gaji di bawah UMR─entah karena sang pemilik perusahaan terlalu pelit atau tak punya dana cukup untuk menggaji karyawan─ bisa mendadak kaya. "Kau lapar? Aku baru saja menggoreng kerupuk udang kesukaanmu."

Alex menggeleng, ia tuntun Cagalli untuk membuka kertas yang ia berikan barusan. "Di sini tertulis jika aku adalah anak sah dari seorang CEO perusahaan terbesar di PLANTs, pewaris tunggal keluarga Zala! Aku... adalah Athrun Zala!"

Cagalli menganga lebar, matanya membulat sempurna. Setetes air mata haru mulai mengucur membasahi pipinya. Ia menggenggam erat kemeja Alex. "Suamiku, aku tak pernah minta yang macam-macam padamu. Hidup ku selalu bahagia dalam kondisi apapun. Kuharap kau tak terlalu terbebani dengan kondisi ekonomi kita."

"Kau pikir aku berbohong?"

Cagalli mengangguk dengan ragu, sedikit khawatir jika Alex merasa tersinggung dengan ucapannya.

Alex menepuk pelan kepala Cagalli dan mengacaknya dengan gemas. "Aku tidak gila, sayangku. Aku benar-benar anak dari Patrick Zala, tadi sore aku tak sengaja bertemu dengan seorang pria aneh, dia bilang seorang pengacara dan telah lama mencari pewaris sah yang menghilang. Merasa aku memiliki kemiripan dengan istri Patrick Zala, ia membawaku ke rumah sakit dan melakukan tes DNA. Hasilnya... 100% aku adalah anak sah keluarga Zala, namaku adalah Athrun Zala!"

Setelah menyimak cerita singkat Alex, Cagalli dan Cathryn hanya bisa menatap pria yang mereka sayangi ini dengan tatapan miris.

Haumea... ada apa dengan suamiku?...

TBC

Another absurd story dari saya. Jangan berharap apapun, karena cerita ini bakal ngga ada intinya... sebagai pemancing biar saya ngga WB semakin lama. See you next time