Disclaimer: semua karakter Dynasty Warriors adalah milik KOEI semata.

Jalan cerita dan OC adalah murni milik saya.

Terdapat beberapa karakter yang OOC, kesalahan penulisan, dll

akhir kata:

Selamat Membaca


Sinar mentari yang tak terik, membuat suasana kelas dipagi hari begitu ramai layaknya pasar. Ada yang sibuk kesana mencari contekan pr. Ada beberapa yang sibuk ngerumpi layak ibu-ibu rumah tangga.

Dan, sisanya bermain bersama game terkenal di hp mereka masing-masing. Entah berapa kali mereka mengumpat dan menyebut nama hewan satu persatu. Yang jelas, mereka menikmati permainan mereka. Tidak terkecuali untuk Lu Xun.

Lu Xun, lelaki berambut cokelat pendek dengan mata bulat besar miliknya. Terdiam dibangkunya. Pikirannya melayang, mengingat kejadian yang baru saja ia lihat.

Dia ..., truk yang melaju kencang ..., darah yang mengucur deras ..., sosok itu, tersenyum, pikir Lu Xun terbayangi rasa takut. Ia tidak bisa menghapus kejadian yang baru saja ia lihat.

"Woi Xun, ngapain loe? Diem-diem bae!" teriak seorang lelaki berprawakan preman dengan rambut pirang panjang sambil menepuk pundak Lu Xun.

"sudah pada ngopi belum?" lanjut seorang lelaki berambut hitam pendek dengan hiasan ditelinganya.

"Aduh, Ning. Kalian membuatku kaget." kata Lu Xun meringis menahan tepukan Gan Ning yang kelewat batas.

"Ada sesuatu yang mengganggumu, Xun?" tanya Zhu Ran penasaran.

"Tumben nih, kamu diam dari tadi. Apa jangan-jangan kamu lupa membawa tugas kimia?" cerca Gan Ning asal ceplos yang langsung dibalas pukulan pelan dari Zhu Ran.

Lu Xun hanya tertawa malu. Tak disangka, temannya yang amburadul ini masih ingat di mana Lu Xun lupa membawa bahan-bahan kimia yang diperlukan untuk menguji adanya elektro-negatif.

"Halo gais, hoahm ..." sapa pria berambut hitam panjang dikuncir kuda dengan wajah malas, menghampiri tiga sohibnya.

"Nah ini dia! Si tukang malas akhirnya datang!" ejek Gan Ning.

"Loe cari ribut?" Tanya Ling Tong sambil memincingkan matanya.

Zhu Ran yang berada diantara mereka, mencoba melerai dengan menghalangi pandangan Gan Ning.

"Minggir lu, pendek!" bentak Gan Ning sambil mendorong tubuh Zhu Ran.

"Eh enak aja! Aku gak pendek ya! Lu aja yang keting—" kata Zhu Ran terputus.

"Eh sudah Ran!" putus Lu Xun sambil menutup mulut Zhu Ran "jangan ikut-ikutan. Ntar tambah parah!" sambungnya mencoba melerai pertikaian yang terjadi.

"Ling Tong, Gan Ning!" panggil Lu Xun "sudah-sudah. Lebih baik kita ngopi dulu." lanjut Lu Xun receh.

Mereka berempat pun terdiam, hanya memandang Lu Xun datar. Beberapa menit kemudian terdengar suara tawa kecil dari bibir Gan Ning dan Ling Tong.

"Heh, elo receh banget sumpah!" geli Gan Ning.

"Lu Xun ..., kau begitu receh tau gak?" kata Ling Tong mencoba menahan tawa. Lu Xun hanya tersenyum malu sambil menundukan pandangannya. Zhu Ran hanya tertawa dan menyikut pelan lengan temannya.

"eh Xun, kau tau perempatan didekat sini, yang biasanya kau lewati itu?" tanya Ling Tong. Lu Xun mulai memasang wajah was-was sedangkan Gan Ning dan Zhu Ran kebingungan.

Lu Xun hanya mengangguk, tanda mengetahui perempatan yang dimaksud.

"Tadi pas kau berangkat, ada kecelakaan tidak?" tanya Ling Tong sekali lagi.

"Ha? Kecelakaan?" tanya Zhu Ran bingung "Perasaan tadi, gak macet sama sekali deh jalannya!" timpal Gan Ning.

"Eh pirang! Loe kagak lewat situ!" balas Ling Tong memulai pertengkaran.

"Diam loe, tukang malas!" bentak Gan Ning "Udah malas, telatan lagi!" sambungnya.

"Eh biasanya yang telat itu, loe! Kali ini aja gue telat gara-gara macet!" balas Ling Tong sambil menekankan nada bicaranya.

"Xun, mereka mulai lagi dah!" kata Zhu Ran pasrah.

"A-aku gak tau harus berbuat apa" jawab Lu Xun lemas melihat Gan Ning dan Ling Tong semakin menjadi-jadi dengan berteriak sehingga menyebabkan sang ketua kelas harus turun tangan.


Bel tanda masuk sekolah mereka telah berbunyi tiga jam yang lalu. Masih lama menunggu waktu istirahat tiba. Ada beberapa siswa yang ingin mapel berikutnya jamkos walau hanya setengah jam saja. Rasa bosan mulai menyelimuti mereka. Namun itu tidak berlaku untuk Lu Xun. Ia tetap segar menerima pelajaran apa pun. Semangat 45-nya telah telah tertanam dalam hatinya.

Tidak seperti teman sebangkunya, yang malas menerima pelajaran. Meskipun dari awal, ia tetap terlihat malas.

"Beneran nih Xun, kamu pas pergi tadi gak terjadi apa-apa?" tanya Ling Tong menginterogasi.

Lu Xun hanya menggeleng dan fokus pada materi yang dijelaskan didepan kelas. Ia tak terlalu memusatkan pikirannya pada topik yang dibicarakan Ling Tong. Hingga wajah korban kecelekaan tersebut terlintas dipikirannya. Membuyarkan konsentrasinya.


Seminggu kemudian ...

Ditengah siang hari yang panas, Lu Xun disibukkan dengan pekerjaan part-timenya sebagai pramusaji di sebuah resto kecil dan sederhana, milik seorang pria tua.

Walau kecil dan sederhana, resto ini setiap harinya selalu ramai dengan pelanggan yang membeli, bersantap, dan berbincang tentang bisnis bersama teman atau koleganya. Tak ayal, terkadang membuat Lu Xun kelabakan melayani para pelanggan yang tiada hentinya.

"Waduh... Gila! Hari ini kelewat ramai!" kata sang resepsionis.

"Sama seperti biasa" kata Lu Xun tertawa kecil "tak ada waktu istirahat" sambungnya.

Mereka pun bercanda bersama, tanpa sadar seorang pria tampan dan cantik menghampiri dan menegur mereka.

"Baiklah, aku istirahat dulu" kata Lu Xun sambil menepuk pundak sang resepsionis setelah melihat para pelanggan yang mulai berkurang.

"Monggo!" jawab sang resepsionis meng iyakan. "sekarang tak terlalu rame, kok" sambungnya.

Lu Xun pun pergi meninggalkan sang resepsionis, menuju ruang ganti karyawan. Disana, terdapat meja besar dan panjang ditengah ruangan dengan beberapa kursi berderet yang mengelilingi meja tersebut. Sementara itu di pinggir ruangan, terdapat lemari pakaian yang biasanya digunakan para karyawan untuk menaruh pakaian serta barang bawaan yang mereka bawa.

Sepi, tak ada orang sedikitpun. Lu Xun segera mengambil tasnya di dalam lemari, duduk disalah satu kursi kesukaannya. Ia membuka tasnya dan mulai mengobrak abrik isinya lalu mencari sesuatu yang sangat penting bagi masa depannya. Selagi mencari, ia menemukan benda yang bukan miliknya, berada di dalam tasnya.

"Apa ini?" tanyanya pada diri sendiri.

Sejenak ia melihat sampul benda itu. Sebuah buku. Mirip seperti buku diary. Namun, ada sesuatu yang janggal dibuku tersebut. Sampul buku tersebut terlihat sangat usang.

"buku milik siapa ini? Kenapa ada di tasku?" tanyanya heran.

Seingatnya, ia tak pernah memiliki buku diary. Apalagi dia seorang anak laki-laki. Tak mungkin, ia mempunyainya.

"Jangan-jangan, ini punyanya Ling Tong?" terkanya.

Tapi tak mungkin Ling Tong memiliki buku seperti ini. Dia anak pemalas. Untuk menuliskan tentang dirinya saja, ia tak mau. Apalagi menulis semua keluh kesahnya. Itu tidak mungkin.

Lu Xun berpikir keras, siapa pemilik dari buku tersebut. Hingga suara derit pintu membuyarkan konsentrasinya.

Segera, ia memasukan buku tersebut ke dalam tasnya lalu mengeluarkan buku sejarah-sesuatu yang sangat penting bagi masa depannya-dan beberapa alat tulis dari dalam tasnya.

"Lu Xun, apa yang kau lakukan di sini?" tanya seorang pria yang menegurnya tadi.

"Err ..., aku sedang mengerjakan tugas sekolah, pak Zhou" jawab Lu Xun gugup.

Melihat buku dan beberapa alat tulis yang berserakan dihadapan Lu Xun, pria itu mengangguk paham, "Jika sudah selesai, kembalilah bekerja!" perintahnya "Oh iya, satu hal. Jangan pulang terlalu malam. Berbahaya." sambungnya sambil menutup pintu ruangan tersebut.

Lu Xun hanya mengiyakan dan kembali mengerjakan tugasnya. Namun, pikirannya masih terbayang pada buku diary yang baru saja ia temukan. Lu Xun merasa tidak bisa memfokuskan pikirannya pada tugas yang sedang ia kerjakan. Setelah berhasil mengerjakan beberapa nomor, pemuda bermanik coklat itu memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Lebih baik, aku kembali bekerja saja!" katanya pada diri sendiri sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan keluar ruangan.

Saat ia menutup pintu ruangan tersebut, samar ia melihat seorang gadis berdiri disamping tempat duduknya tadi. Lu Xun pun membuka pintu tersebut lebar-lebar, hanya untuk memastikan apa yang baru saja ia lihat. Kosong. Tak ada siapapun.


"Hei, Xun!" sapa seorang gadis berambut cokelat pendek dengan kemeja putih berbalut blezar merah dengan rok knee hitam selutut sambil menepuk pundak Lu Xun.

"Halo, Shangxiang!" sapanya balik sambil membuat parfait yang dipesan salah satu pelanggannya.

"Eh, aku liat tadi kamu sudah mengerjakan tugas sejarah, ya ?!" tanya gadis itu yang bernama Sun Shangxiang.

Lu Xun hanya tersenyum kecil, mengingat ia hanya mampu mengerjakan beberapa soal saja. "Aku hanya menyelesaikan beberapa soal saja, Shangxiang!" jawabnya.

Mata hijau gadis itu membulat bingung. Ia tidak mengerti maksud dari perkataan teman sekelas sekaligus partner kerjanya.

"Tapi, tadi aku liat buku tulis sejarah mu sudah terisi tuh!" jelas gadis bermanik hijau tersebut "Sudah selesai malah!" sambungnya.

Lu Xun memberhentikan pekerjaannya, memandang Sun Shang Xiang dengan tatapan bingung dan terkejut.


"Apa kau yang telah menyelesaikan tugasku?" tanya Lu Xun pada buku hariannya setelah ia tiba dirumah.

Ia memutar balik buku tersebut, melihat sekilas sampul buku tersebut. Dan bergumam sendiri. Ia seperti orang gila sekarang. Entah apa yang membuatnya bertanya pada buku diary usang itu. Banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Namun, tak ada jawaban yang logis untuk pertanyaannya.

"hoahm ..., lebih baik aku tidur" gumamnya "masalah buku ini, besok saja!" sambungnya sambil meletakkan buku tersebut di meja belajarnya. Berjalan menuju tempat tidurnya, dan mulai menutup matanya.

Terlelap dalam tidurnya, seorang gadis misterius muncul tiba-tiba dikamarnya. Mata merah miliknya menatap tubuh Lu Xun. Tanpa ekspresi.