Rose hanya bisa berdiam di dalam rumah semenjak virus mengerikan yang merebak di sebuah kota dan virus itu masuk ke kota tempat tinggalnya, dan untuk mencegah penularan virus itu setiap warga harus berdiam di rumah … sayangnya sampai hari ini masih belum ada pernyataan dari pemerintah kalau sekarang sudah aman untuk keluar rumah.

"GUA BOSEN!" teriak Rose di dalam kamarnya.

"Sabarlah Rose, ini tidak akan berlangsung dengan lama." Kata Sorey sembari menenangkan Rose.

Rose adalah tipe perempuan yang senang sekali jalan-jalan keluar mau itu sendiri ataupun bersama dengan teman-temannya, no jalan-jalan no life. Itulah slogan abstrak hidupnya.

"Bagaimana kalau bermain dengan Edna?"

"Ga gua kebuli terus kalau sama tuh anak."

"Siapa yang kau bilang anak?"
Rose terkejut sampai berteriak dengan kehadiran Earth Seraph di dalam kamarnya.

"Ga, aku ga bilang apa-apa…" ucapnya lirih.

"Gimana kalau menghabiskan waktu dengan fortunenya Lailah?" tanya Sorey, dia harus bisa membuat Rose sibuk dan tidak mengeluh karena harus diam di rumah terus.
Rose memasang ekspresi bete pada Sorey, dan disisi lain ekspresi wajahnya seakan meminta izin untuk keluar dari rumah.

"Sorey, plis plis plis gua bosen, IZINKAN AKU KELUAR RUMAH!"

Sorey kebingungan, dia tidak tau harus melakukan apa dan juga ketika Sorey meminta bantuan pada seraph yang lain, mereka hanya bisa memberikan gerak gelengan kepala kekiri dan kanan. Sang Shepherd pun kelabakan.

"Rose, untuk hari ini saja … ya? Diluar masih dalam kondisi gawa darurat."

Rose berteriak seakan sebuah ide muncul di dalam kepalanya dan kedua matanya berbinar ketika melihat kearah Dezel dan Zavied, duo Wind seraph di dalam grup.

"PASTI DENGAN ANGIN VIRUS ITU TIDAK AKAN BISA MENEMPEL KE GUA!"

Ruangan hening tidak ada yang ingin membuka mulut atau protes. Mereka sudah pasrah dengan kebegoan seorang Rose.

"Gimana? Ide gua cemerlangkan?" ucapnya penuh dengan bangga.

"Rose- auw?!" tiba-tiba saja pinggang Sorey dipukul sama ujung payung oleh Edna.

"Biarkan saja, agar dia diam, aku cape mendengarnya mengeluh karena tidak bisa keluar rumah."

"Tapi Rose harus pake masker oke?"

"OKE!"

BRUSHHHH!

Setelah setuju yang terjadi di daerah tempat mereka tinggal adalah hujan, hujan lembat ditemani dengan petir yang setiap menit menyambar.

"Ternyata hujan, sayang sekali. Lain kali saja dicoba idenya ya Rose-san?" kata Lailah.

"Tuh, alam menyuruhmu untuk diam di rumah."

"ENGGAK! GUA GAK TERIMA! PASTI INI ULAHNYA MIKLEOOO!"

Dezel memijit dahinya. "Rose, kumohon sekali saja dengarkan apa kata mereka…"

"Ya, demi kebaikanmu," kata Sorey.

Pada akhirnya Rose hanya bisa pasrah di rumah, melakukan hal-hal yang tidak ada manfaatnya seperti loncat-loncat di tempat tidur dan akhirnya dihentikan oleh Dezel, rebahan sambil memainkan pedangnya, bermonolog. Intinya Rose terlihat sangat seperti seseorang yang sudah tidak mempunyai tujuan hidup.

"Kasian sekali dia," kata Edna yang sedaritadi mengintip Rose dari luar kamar.

"Kita hanya bisa berdoa wabah penyakit ini segera berakhir," kata Mikleo sembari menyilangkan kedua tangannya di dada.