Tight

by

Lightrress

.

.

.

Warning!

Fiction, BL, AU

NamJin Area

.

.

.

SEOKJIN Ver.

"Aku lelah, Namjoon-ah."

Suara serupa bisikan menggema pelan di telinga sebelum sunyi menyeruak. Udara seakan hilang dari sekitar, membuat Namjoon merasa begitu sesak. Dadanya serasa dihimpit saat mendengar rentetan kata yang keluar dari bibir sang terkasih. Berusaha mengabaikan sakit yang menggerogoti dari dalam, Namjoon mengulas senyum.

"Aku datang untuk melamarmu, hyung." ucapnya payah karena suara yang hampir tak bisa keluar dengan benar. Rasa tercekat di tenggorokan makin menjadi saat Namjoon lanjut berbicara, "Maukah kau menikah denganku?"

Pandangannya terpaku pada sosok indah yang bersender pada pinggir balkon kamar. Punggung ringkih yang masih setia membelakangi berlapis kemeja putih longgar dan selimut tebal berwarna senada. Seokjin masih memandang lurus pada langit kelam tanpa memberi respon yang berarti, sebelum kemudian hembusan napas terdengar, memecah hening, dan berubah menjadi asap saat bertemu udara dingin.

Seokjin berbalik, menatap kosong pada tangan Namjoon yang mengulurkan kotak cincin yang terbuka, "Percuma kan?" balasnya tenang, datar. Tak butuh jawaban. Tidak juga bermaksud menyindir, hanya mengungkapkan fakta yang keduanya sama-sama tahu dengan jelas. "Kalau kutolak pun, kau akan kembali dan mengatakan hal yang sama kan?" Matanya bergulir menatap manik berair lawan bicara yang masih setia bungkam.

Seokjin lelah. Sungguh. Terlampau lelah sampai ingin merasa sebentuk emosi saja ia tak mampu. Harusnya ia tetap marah, benci, tantrum dan kembali menolak keras pemuda yang bersikukuh tetap datang. Pemuda yang bersikeras menjadikannya pendamping. Pemuda yang sangat gigih melindungi Seokjin dari jangkauan paman yang semena-mena. Sekaligus, pemuda yang membuat ayah dan ibunya pergi dari sisinya.

Sudah entah keberapa kali, dirinya mendapati pemandangan yang sama. Namjoon masih giat menyodori kotak berisi cincin yang sama meski berulang kali pula dirinya mengusir Namjoon pergi dari hadapan. Lagi-lagi dia kalah. Menyerah. Lelah dengan semuanya. Seokjin mengutuk takdir yang begitu kejam untuk terakhir kali sebelum berujar pasrah, "Pakaikan cincinnya, Namjoon-ah."

Seokjin menilik pemuda yang tersentak akan ucapannya. Mata hitam milik Namjoon menatap dalam seolah tak percaya. Terdiam cukup lama untuk meyakinkan diri sendiri kalau yang tadi bukan halusinasi karena tangan kiri Seokjin kini terulur kearahnya. Namjoon memakaikan cincin yang dibawanya pada jemari panjang dan kurus milik sang terkasih. Kemudian memandangi Seokjin dalam diam dengan air mata yang ditahannya sejak awal tadi menetes tanpa ia sadari.

Seokjin melirik tangan yang sekarang berhias cincin, menjepit jari manisnya. Muat tapi terlihat mencekik jemarinya. Mata bergulir menatap Namjoon yang balas memandang dengan mata dan pipi yang basah. Mulut terbuka melontarkan kalimat datar dengan sindiran dengan lancarnya, "Berulang kali mengepas ukuran cincin karena melihat figurku yang bertambah kurus tak juga membuatmu berhasil menemukan ukuran yang tepat, huh?"

Mengangkat lengan kirinya dengan punggung tangan menghadap pada Namjoon, Seokjin bertanya hampa, "Bagaimana Namjoonie?"

Dan dengan itu, Namjoon berusaha keras menahan suara senggukan, memandang Seokjin dengan mata berkaca penuh bulir air mata. Mengabaikan hatinya yang teremat sakit, melihat cincin yang harusnya melingkar indah, malah mencekik jemari kesayangan. Bibirnya bergetar saat membuka mulut dan berkata dengan isak, "Cantik, hyung. Sangat cantik."