Crimson Flower Saga

A Samurai Warriors fanfiction

Naomasa/OC

Disclaimer: Samurai Warriors franchise adalah properti legal milik Koei Tecmo Media. Author tidak memiliki tokoh-tokoh di dalam Samurai Warriors terkecuali OC yang tampil di dalam fanfiction.


Delapan jam yang membosankan berlalu dengan lambat di istana Hamamatsu. Hana melewatkan menit demi menit dengan penuh cemas karena belum ada satu pun pembawa pesan yang memberi kabar tentang pertempuran di Nagashino. Apa yang terjadi di sana? Bagaimana keadaan pasukan gabungan Oda dan Tokugawa? Apakah mereka memenangkan pertempuran, atau mungkin mereka berhasil dipukul mundur oleh pasukan Takeda? Apakah ayahnya selamat? Apakah Ii Naomasa selamat?

Sejuta pertanyaan yang ada di benak Hana membuat dadanya sesak. Hana lebih banyak melamun sambil memandang ke arah langit yang agak mendung, nampan kecil berkaki yang berisi makan siangnya sama sekali tidak tersentuh. Tumpukan kertas berserakan di dekat Hana, sebagian hanya berisi coretan tidak berarti dikarenakan kegundahannya beberapa menit yang lalu.

"Hime-sama!"

Seorang pelayan wanita berhenti di depan pintu kamar Hana yang terbuka dan bersujud di hadapan Hana. "Hime-sama, pasukan gabungan Oda dan Tokugawa berhasil menang! Ieyasu-sama dan Nobunaga-sama sudah kembali dari Nagashino dan sekarang tengah berada di aula utama istana Hamamatsu."

Bukan main senangnya Hana ketika menerima kabar itu, dia sampai melonjak berdiri dari duduknya. "Benarkah itu? Aku akan pergi ke gerbang utama untuk menyambut mereka!"

Hana langsung turun ke lantai satu istana Hamamatsu diiringi oleh pelayan barusan, kemudian mempercepat langkahnya menuju ke gerbang utama. Benar saja, halaman dipenuhi oleh beberapa orang bawahan dari pasukan gabungan Oda-Tokugawa yang tengah merayakan kemenangan mereka atas Takeda. Dari shoji yang terbuka, Hana dapat melihat sosok sang ayah bersama dengan Nobunaga, duduk di aula utama bersama dengan beberapa orang bawahan penting. Berbanding terbalik dengan halaman yang terdengar bising, aula utama nampak lebih tenang meskipun suasana merayakan kemenangan masih terasa di dalam sana. Begitu Hana mendekati aula utama lewat lorong lain, dia dapat mendengar suara sang ayah yang tengah tertawa dari dalam.

"Oh, kau… Gadis yang tadi pagi."

Hana menoleh ketika mendengar suara yang memanggilnya dan dalam sekejap wajahnya berubah merah. Ii Naomasa datang mendekat, masih mengenakan baju tempurnya. Bedanya, kali ini dia mengenakan kabuto yang berwarna senada dengan baju tempurnya, berhiaskan tanduk panjang berwarna kuning. Baju tempur Naomasa yang berwarna merah menyala itu nampak semakin merah karena percikan darah yang menempel di sana, membuat Hana sedikit merinding dan mengernyit jijik karena masih bisa mencium bau anyir darah dari baju tempur Naomasa.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Naomasa. "Jika kau ingin menemui Ieyasu-sama, lebih baik jangan sekarang. Beliau masih sibuk berdiskusi dengan Nobunaga-sama. Kau bisa kembali lagi lain waktu!"

"Oh, aku—"

Belum sempat Hana membalas perkataan Naomasa yang tajam itu, pelayan yang mendampinginya sudah menegur lebih dahulu. "Tolong jaga bicara anda, Ii-sama! Anda sedang berhadapan dengan putri Tokugawa-sama!"

"Apa? Eh? Putri Ieyasu-sama…?" Tatapan Naomasa yang tadinya terlihat meremehkan, kini terlihat bingung dan sedetik kemudian berganti menjadi terkejut. Cepat-cepat dia membungkuk dalam-dalam di hadapan Hana dan berkata, "Mohon maaf, hime-sama! Aku sudah bersikap tidak sopan di hadapan anda!"

"Ah, tidak apa-apa… Jangan dipikirkan," ujar Hana sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Namaku Hana, Naomasa-sama. Sekali lagi, biar kuucapkan terima kasih atas bantuanmu tadi pagi. Ayo, angkatlah kepalamu, jangan terus membungkuk seperti itu… Aku jadi tidak enak hati."

"Atas seizin anda, hime-sama. Terima kasih."

Naomasa kembali ke posisi tegaknya semula. Tatapannya terlihat jauh lebih lembut, dan sebuah senyum tipis yang terlihat kikuk mampir di wajahnya. Hana mengangkat tangannya dan menyembunyikan wajahnya di balik lengan baju, berusaha agar Naomasa tidak menyadari senyum gemas yang tiba-tiba saja muncul di wajahnya.

"Ah… Mohon maaf, hime-sama. Aku baru saja kembali dari perang dan tidak sempat menanggalkan baju tempurku yang penuh darah ini. Anda pasti merasa takut dan jijik ketika melihatku. Sekali lagi, aku mohon maaf karena sudah menunjukkan hal mengerikan ini. Jika anda berkenan untuk menunggu, aku akan kembali ke penginapan dulu untuk mengganti pakaianku kemudian kembali lagi ke sini," Naomasa berkata sambil melihat dirinya sendiri. Dalam hati, Hana setengah bersyukur karena Naomasa ternyata benar-benar tidak sadar akan senyuman mendadaknya.

"Tidak perlu, Naomasa-sama. Anda tidak perlu repot-repot melakukan itu," balas Hana. "Namun jika anda tidak keberatan, pelayanku bisa membantu anda membersihkan baju tempur anda yang berlumuran darah itu."

Naomasa menggeleng dengan cepat. "Terima kasih atas tawaran anda, hime-sama, tapi aku tidak bisa menerimanya. Aku akan kembali ke penginapan saja. Permisi."

Naomasa membungkuk sekilas di hadapan Hana dan berbalik pergi. Hana mencengkram ujung lengan bajunya; entah mengapa, dia tidak ingin melihat Naomasa pergi begitu saja dari hadapannya. Entah mengapa, dia ingin tahu lebih jauh soal pemuda itu. Entah mengapa, Hana ingin berada di sampingnya lebih lama lagi. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, jantungnya yang sedari tadi sudah berdentum-dentum tidak karuan menambah rasa sesak di dada.

"Apakah… apakah anda ada waktu untuk… sekedar minum teh bersamaku, Naomasa-sama?"

Naomasa yang sudah hampir setengah jalan meninggalkan Hana, berhenti dan kembali berbalik ke arah gadis itu. Kepala sang putri tertunduk sedikit, matanya tersembunyi di antara beberapa helai anak rambut yang jatuh ke wajahnya. Namun di balik semua itu, Naomasa dapat melihat semburat merah tipis muncul di wajah Hana yang pucat itu.

"Aku sama sekali tidak ada waktu untuk menemanimu bermain."

Hana membelalakkan matanya begitu mendengar kalimat bernada dingin yang baru saja meluncur keluar dari mulut Naomasa. Rasa sakit yang tiba-tiba muncul menggantikan debaran penuh harap di dada Hana nampak terlalu dalam bagi gadis itu; terlihat dari kedua tangan kecilnya yang gemetar dan sekujur tubuhnya yang mulai berkeringat dingin, hingga lidahnya pun mendadak ikut kelu. Tapi ternyata, Naomasa tidak berhenti sampai di situ saja.

"Jika anda memiliki begitu banyak waktu luang, mengapa anda tidak menggunakan seluruh waktu itu untuk mengasah kemampuan diri anda sendiri? Anda sudah bukan anak kecil lagi. Suatu saat nanti, akan tiba saatnya bagi anda untuk membela kepentingan klan Tokugawa dengan cara anda sendiri."

"Ii-sama, sudah cukup! Anda benar-benar sudah kelewatan!" Lagi, pelayan yang berdiri di samping Hana menegur Naomasa. Kali ini, dia terlihat sangat marah. "Jika anda tidak berkenan menerima undangan dari hime-sama, tidak apa-apa. Tapi anda tidak perlu menekan hime-sama sampai sejauh itu!"

"Ume, sudah cukup," Hana mengulurkan tangannya untuk menarik lengan baju pelayan yang bernama Ume itu. "Kau tidak boleh berteriak seperti itu di depan Naomasa-sama. Itu sangat tidak sopan."

"Tapi, hime-sama…!"

"Ayo kita pergi."

Hana membungkuk sekilas di hadapan Naomasa dan langsung pergi diikuti oleh Ume tanpa bicara sepatah kata pun, meninggalkan Naomasa yang masih terdiam di tempatnya.


Setelah sekian lama, akhirnya chapter 2 update! Banzai! /tampar diri sendiri

Chapter 3 diusahakan secepatnya, sekalian maksa diri buat lebih produktif lagi XD