We Have Faith on You

~Eyeshield 21 is Not Mine~

Summary:

Youichi Hiruma melakukan kesalahan di final Rice Bowl, sebuah KESALAHAN. Titik awal yang baru dari kepercayaan, cinta dan persahabatan. Dapatkah mereka meyakinkan Hiruma bahwa dia tidak berjuang sendirian. "Kau tidak akan mengerti apa yang aku rasakan selama ini."

"TOUCH DOWN!"

Hening, setiap orang dalam stadion amefuto kebanggaan Tokyo itu terdiam sejenak sebelum akhirnya suara gemuruh kemeriahan suporter tim Kyoto mengisi. Tidak ada yang mengira bahwa Taka Honjou dapat menangkap long pass 'sempurna' sang kapten tim dengan Yamato Takeru yang akhirnya, untuk pertama kali dalam pertandingan ini, berhasil mem-block sang Eyeshield 21 yang baru―Sena Kobayakawa.

Suara pluit panjang tanda berakhirnya pertandingan menutup pertarungan epik final Rice Bowl musim 12. Musim semi yang baru akhirnya menunjukkan arah anginnya kembali kepada sang juara bertahan, Saikyoudai Wizard, yang telah sukses mengalahkan tim tak terkalahkan sepanjang musim ini, Enma Fires, dengan skor tipis 39-38.

Taka Honjou membuka helm pelindungnya dan membiarkan rambut panjangnya yang khas tergerai angin, sang elang menatap haru bola amefuto yang sejak tadi masih dalam pelukan tangannya. "Apapun yang terjadi, jangan pernah sekalipun kau melepaskan bola itu, kau mengerti rambut panjang sialan!" Instruksi terakhir pertandingan dari sang kapten terngiang ditelinganya. Instruksi yang sukses dia tepati dan akhirnya menjadi kunci kemenangan timnya.

Sementara Yamato Takeru yang masih terbaring dengan nafas terengah di lapangan hanya dapat tersenyum lebar dan merasakan kesejukan angin kemenangan mereka. Ah, angin! Yamato teringat perkataan kaptennya tentang angin. "Hei, rambut liar sialan! Sampai kapan pun kau tidak akan bisa mengalahkan angin yang bekerjasama dengan waktu. Tapi, bukankah sekarang waktu sedang berpihak pada kita khekeke!"

Sena Kobayakawa, sang Eyeshield 21 baru itu masih terduduk disamping Yamato. Matanya tertuju pada garis touchdown tempat Taka Honjou berdiri. "Aku... Aku harus berusaha lagi lebih dari ini," gumam Sena seraya mengedarkan pandangannya pada sang mantan quarterback kebanggan Deimon Devil Bat yang tengah bersandar pada sisi pintu keluar lapangan.

"Aa~ Aku pikir lawanmu adalah aku, Sena?" tanya Yamato yang telah berdiri dan mengulurkan tangannya untuk Sena. Sena meraihnya dan berdiri, dia tertawa canggung pada runner back Saikyoudai itu. "Ah, maaf Yamato-san! Saat ini, ah tidak― sejak dua tahun lalu maksudku, tidak ada yang benar-benar ingin aku kalahkan selain Hiruma-san." Jelas Sena seraya menggaruk-garuk tengkuknya.

Mamori Anezaki menangis haru dari bench, dia memandang satu per satu setiap anggota Saikyoudai Wizard yang telah berjuang selama pertandingan. Sang pelatih, Endo Yamazaki, telah ikut bergabung dalam kemeriahan kemenangan di lapangan dengan para anggota. Mengusap air matanya, Mamori kembali mengedarkan pandangannya mencari sang kapten. Pandangannya terhenti ketika melihat kaptennya berjalan perlahan keluar arena lapangan.

"Youichi!" Panggil Mamori seraya berlari menghampiri sang kapten, Youichi Hiruma. Empat tahun bekerjasama sebagai manajer, Mamori mulai membiasakan diri memanggilnya dengan nama kecilnya. Dilihatnya Hiruma yang berhenti didepannya, "Youichi, kenapa kau ingin pergi? Sebentar lagi kita akan melakukan penghormatan terkahir dan mengambil trophy."

"Hei, manajer sialan. Apa kau buta dan penglihatanmu selama pertandingan berkurang, hah?"

Mamori terdiam, dia tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Hiruma.

"Kemenangan ini bukan untukku, tapi mereka." Dengan kalimat terakhir itu, Mamori membiarkan punggung Hiruma menjauh dari pandangannya. Papan klip yang sejak tadi dipegangnya terjatuh begitu saja, Mamori benar-benar kesal.

"Youichi, bodoh! Kau hanya melakukan kesalahan sedikit saja, memangnya kenapa jika pass terakhir tidak sempurna seperti biasa. Sepanjang pertandingan, karena strategimu lah kita menang," gerutu Mamori.

Tidak jauh dari sana, Taka Honjou tidak sengaja melihat Mamori berlari menuju Hiruma. Apa mungkin dia sungguh melakukan kesalahan pada lemparannya, pikir Taka. Dia ingat, bahwa Hiruma mengatakan sesuatu tentang short pass sebagai taktik terakhirnya. Tapi ketika melihat gerak tangan Hiruma yang berubah menjadi bersiap melempar dengan gaya seperti melakukan long pass membuat Taka berinisiatif untuk berlari ke depan menangkap bolanya. "Ah, apa mungkin dia tidak melakukan trik tapi—."

"Kesalahan, Hiruma-senpai melakukan kesalahan dalam lemparannya."

Taka dengan cepat menoleh pada Monta yang berdiri dibelakangnya, menoleh pada orang yang menyahuti perkataannya. "Hiruma-san tidak akan berbohong jika mengenai passing. Dan gerakan tubuhnya pun tiba-tiba saja berubah, seperti sedang berusaha keras. Bolanya pun terlihat bergoyang di udara, tidak terlempar lurus seperti roket— tidak lah sempurna."

Taka memperhatikan Monta yang tertunduk dengan tangan memegang dagu, seperti sedang mengingat sesuatu. Mendengar penjelesan Monta, Taka sadar bahwa Monta bahkan merasakan keanehan pada lemparan terakhir itu. Ah, tentu saja Monta sadar. Sebelum Taka menjadi catcher andalah Hiruma, Monta lah yang lebih dulu bekerja sama dengan kaptennya.

"Taka-san, Monta, apa yang kalian lakukan disini? Bukankah Announcer sudah memanggil kedua tim untuk melakukan penghormatan terakhir." Eh, Taka melihat Mamori yang sudah berdiri dihadapannya dengan tatapan heran. Apakah Mamori mengatakan tentang penghormatan terakhir? Oh ya ampun, karena terlalu sibuk memikirkan Hiruma dia jadi lupa untuk kembali ke lapangan.

"Mukyaaa~ aku harus kembali ke lapangan, terima kasih Mamori-neechan!" Taka melihat Monta berlari menyusul yang lain. Mengangguk sekilas pada Mamori, Taka pun mengikuti Monta yang lebih dulu ke lapangan. Tapi dia menghentikan langkahnya ketika merasakan Mamori yang sedikit menarik lengannya, "Ada yang bisa aku bantu, Mamori-san?"

"Emh... Ano Taka-san, Hiruma —ada yang harus diurus olehnya di tempat lain. Bisakah kau meminta Yamato mengganti posisinya dulu dalam penghormatan terakhir," sudah jelas Mamori berbohong. Karena Taka sendiri melihat dan mendengar perkataan Hiruma, tetapi Taka membiarkan itu. Lagipula, ini hari kemenangan mereka ―tidak seharusnya dia berpikiran aneh pada sang kapten yang sudah membawa tim mereka menuju kemenangan.

Dari kejauhan, seorang laki-laki berambut hitam dengan wajah awal 40 tahunan beranjak dari kursi vvip nya. Dia memasukkan handphone nya kembali ke saku, sejak tadi, orang yang ingin dihubunginya tidak satu pun menjawab panggilan. Sudah dipastikan bahwa orang itu sedang menghindarinya. "Dasar anak bodoh, seharusnya aku tahu ini akan berakhir seperti ini." Gerutu laki-laki tersebut sebelum akhirnya dia benar-benar pergi dari tempat itu, tentu saja setelah dia memberikan satu tatapan terakhir pada para pemain yang telah berkumpul di lapangan untuk melakukan penghormatan terakhir.

.

.

.

***End of Prolog***