Pairing: following the main story, Miura Hiroki x Tamura Shougo (Adorable 3rd Season)

Disclaimer: As much as I want it, they're not mine. Not even my dearest Chan (sad)

xxxxxxxxxxxxxxx

~Omake~

Saat Hiroki dan Tamura turun untuk makan malam, ruangan sudah sepi. Hanya tersisa beberapa teman satu tim Hyoutei yang sedang menikmati desserts.

"Telat sekali, Chan," sapa Shunsuke. Tamura membalas dengan senyum, lalu duduk di sebelah Aoto karena merasakan Hiroki mendorong punggungnya pelan, mengisyaratkan agar dia langsung duduk saja.

Hiroki sendiri menuju ke buffet dan kembali dengan dua piring makanan. Diletakkannya satu di depan Tamura.

"WHOAAAA, King mengambilkan makanan untuk Shou-chan," Satsuki berteriak sambil tertawa, menepuk-nepuk lengan Ikumi, yang memilih untuk tidak berkata apa-apa.

"Urusai," jawab Hiroki santai.

Setelah mengucapkan 'Itadakimasu' mereka berdua mulai makan. Yang lain sudah hendak kembali ke kamar saat Aoto yang duduk di sebelah Tamura melihat lebam di leher Tamura.

"Shou-chan, kau baru jatuh?" tanyanya khawatir. Shunsuke, Satsuki, Ikumi, dan Hiroki secara reflek menoleh pada Tamura, yang balik menatap Aoto dengan bingung.

"Tidak," jawab Tamura setelah menelan makanan di mulutnya.

"Atau terbentur sesuatu?"

"Tidak," jawab Tamura makin bingung.

"Lalu kenapa lehermu memar?"

"Memar? Memar apa?" tanya Tamura masih bingung sambil meraba lehernya. Perhatian yang lain pun mulai terarah ke leher Tamura, mencari memar yang dibicarakan Aoto. Hanya Hiroki yang cukup paham apa yang dibicarakan Aoto dan mencoba bersikap tenang. Dikirimnya pesan telepati ke Tamura untuk membenarkan bahwa dia terbentur sebelum yang lain bicara macam-macam. Salahnya juga tadi tidak memastikan bekas ciumannya tertutup sempurna. Setidaknya dia bisa meminta Tamura berganti pakaian dengan kerah yang lebih rapat.

Sayangnya, telepatinya tak tersampaikan. Jelas saja, dia bukan cenayang, dan Tamura bebal itu mana mungkin sadar bahwa ciuman yang membuatnya kehabisan nafas tadi akan meninggalkan bekas.

Tamura masih meraba dan memijat lehernya, mencari bagian yang sakit, bila memang ada memar di lehernya.

"Disini," Aoto mengulurkan tangannya hendak menunjukkan tempat memarnya berada saat Hiroki dengan sigap menutup 'memar' itu dengan tangannya.

"Shou-chan, kau lupa ya? Bukannya tadi kau membentur meja disamping ranjangmu?"

Tamura memalingkan kepalanya menghadap Hiroki. "Aku kan tidak...," dan dia meringis kesakitan karena tangan Hiroki dilehernya meremasnya, ditambah lagi Hiroki melotot padanya. Walau tidak mengerti apa yang terjadi, Tamura cukup paham bahwa dia harus mengiyakan apa yang dikatakan Hiroki.

"Aku... aku tadi membentur meja," ujar Tamura pelan, masih menatap Hiroki. Saat dilihatnya Hiroki sudah tidak melotot, dipalingkannya wajahnya ke arah Aoto. Aoto terlihat ragu, namun belum sempat dia berkata apa-apa, Shunsuke menyela, "Aoto, sudah. Kalau diteruskan, Hiroki tidak akan sekedar melotot pada Chan." Rasa geli tampak jelas di wajah Shunsuke saat dia menarik Aoto meninggalkan ruang makan.

Hiroki dan Tamura memandang mereka berdua, tidak sadar Satsuki mendekat hingga dia melepaskan tangan Hiroki di leher Tamura dan mengamati memar yang jadi topik pembicaraan.

"Hmm... memarnya cukup aneh. Kalian yakin ini bukan ulah serangga?" tanyanya kalem. Hiroki menelan ludahnya, memilih untuk tidak menjawab.

"Ikumin, menurutmu bagaimana? Serangga atau meja?" Tangan Satsuki di lehernya membuat Tamura tidak bisa bergerak, dan hanya bisa pasrah saja melihat mereka memeriksa lehernya, walau dia pun bertanya-tanya memar apa di lehernya yang membuat semua begitu ribut. Dengan tangan yang satu, Satsuki menepis tangan Hiroki yang bermaksud melepaskan tangan Satsuki dari leher Tamura.

"Sepertinya serangga ya," Ikumi menatap Hiroki. "Serangga yang cukup besar."

Hiroki balas menatap Ikumi, mencoba tampak tidak bersalah.

"Hmm... menurutku juga begitu. Serangga besar tidak tahu diri yang meninggalkan bekas di tempat yang terlihat jelas begini. Pasti serangga BODOH."

Satsuki memberi tekanan pada kata BODOH sambil menatap Hiroki tajam, lalu setelah menepuk pelan kepala Tamura penuh rasa sayang, mengikuti Ikumi meninggalkan ruang makan, meninggalkan Hiroki dan Tamura hanya berdua.

Tamura menoleh pada Hiroki, bertanya polos, "Memangnya ada memar apa di leherku?"

Hiroki mengambil nafas dalam, lalu menarik Tamura ke wastafel, mendorong Tamura mendekat ke kaca agar dapat melihat lehernya.

"EEEE, KENAPA INIIIII? Hiroki, kenapa bisa ada memar di leherku?" tanyanya kaget dan panik sambil merabai memar yang dari tadi diributkan.

Hiroki menarik nafas panjang sebelum melayangkan pandangan tak percaya pada Tamura.

Tak mendapatkan jawaban dari Hiroki, Tamura mulai mengingat apa yang terjadi sebelum mereka meninggalkan kamar untuk makan malam. Kamar... leher... dan matanya membelalak. Semburat merah memenuhi wajahnya. "Hirokiiiiiiiiiiii...," teriaknya pelan, penuh kepanikan.

"Maaf, lain kali aku akan lebih hati-hati."

Tamura memutuskan tidak membahas kata 'lain kali' yang diucapkan Hiroki. Dia tidak ingin wajahnya makin panas mendengar omongan Hiroki selanjutnya.

"Aku harus bagaimana? Ketahuan yang lain tidak? Mereka percaya kan kalau ini terbentur atau serangga atau...," Tamura mulai meracau. Hiroki hanya diam. Walau merasa bersalah, dia menikmati melihat Tamura yang panik dengan wajah dan telinga yang memerah.

"Hirokiiiiiii," rengeknya lagi. "Bagaimana ini? Aku tidak mau ada yang bertanya-tanya lagi soal ini... Besok bisa hilangkah?"

Hiroki tertawa tertahan, membuat Tamura meliriknya sebal. Bagaimana mungkin Hiroki malah bisa tertawa saat dia panik begini. Apalagi, ini semua gara-gara Hiroki kan...

"Tidak akan hilang sampai beberapa hari. Malah bisa bertambah," jawabnya santai dan seketika mendapat dorongan untuk mencium Tamura saat melihat bibirnya yang mengerucut sebal. Tapi ini tempat umum. Hiroki masih cukup tahu tempat dan waktu.

"Besok kubantu mengoleskan foundation untuk menutup memarnya," katanya, menarik Tamura kembali ke meja untuk menghabiskan makan malamnya.

END.