Pada awalnya Han Kyung merasa kalau Lee Sungmin yang menangis seperti bayi adalah hal yang lucu dan menyenangkan untuk jadi bahan tertawaan tapi lama-lama ia menjadi tidak tega juga.

Apalagi dalam durasi yang cukup lama dan membuat mereka menjadi pusat perhatian. Rasa lucunya jadi hilang dan Han Kyung merasa kalau sekitarnya mulai bergunjing tentang dirinya. Dan itu jelas dirinya karena tatapan aneh tersebut berulang kali ditujukan padanya.

"Ya. Berhentilah, kita menjadi pusat perhatian" tegur pemuda itu dengan suara kecil, bermaksud berbisik agar Sungmin mau berhenti. Tapi bukannya berhenti ia malah semakin meraung sambil bergumam tidak jelas dan Han Kyung semakin klabakan dibuatnya.

"Astaga."

Pemicu tangis bayinya padahal hanya salah satu nilai di mata kuliahnya turun tapi agaknya seperti dunia runtuh di depan mata. "Padahal aku sudah belajar dengan rajin" lagi Sungmin mengeluh, wajahnya merah padam dan basah seperti baru di terjang banjir.

Sungmin benar-benar mengabaikan kalau mereka di tempat umum dan diperhatikan sejak tadi.

"Kau membuatku malu. Yaampun. Berhentilah" kata Han Kyung semakin gregetan. "Aku punya teman yang pintar matematika. Nanti ku kenalkan dan kalian belajar bersamalah. Itu akan mengembalikan nilaimu"

"Benarkah?"pekik Sungmin terlihat bahagia tapi itu hanya satu detik saja karena detik berikutnya wajah itu kembali mendung "Memangnya temanmu ada yang pintar lagi selain aku? Kalau nilaiku saja hancur apalagi kalian semua"

Oh ya tuhan. Bagaimana Han Kyung harus bertindak sekarang? Apa lebih baik ia pukul saja kepala Sungmin ini agar encer.

"Terserah padamu sajalah kalau begitu" kata Han Kyung.

Namun itu hanya omongan saja. Karena pada hari berikutnya ketika ia mendatangi teman-temannya yang pasti disana ada Sungmin ia datang bersama teman yang ia katakan.

"Namaku Cho Kyuhyun" dan Sungmin langsung menunjukan senyum lebarnya pada Han Kyung hari itu karena pemuda itu benar-benar memperkenalkan teman yang pintar.

Dan sejak Sungmin dan Kyuhyun saling kenal mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama, untuk sekedar hang out atau belajar bersama.

Yang kini disesalinya setengah mati karena kalau pada hari itu ia tidak memperkenalkan mereka berdua maka Sungmin tidak akan berakhir seperti itu dan ia tidak akan membenci Kyuhyun saat ini.

Namun, daripada membenci Kyuhyun ia lebih membenci dirinya sendiri. Karena ia merasa telah gagal, bahkan menjaga orang yang baginya sangat berharga.

"Sungmin-ah..."

.

.

Fanfiction

By

Moonbabee

.

.

"Selamat pagi"

Kim Minseok agak terkejut ketika ia sedang mengamati keadaan sekitar tiba-tiba ada suara yang terdengar disusul munculnya seseorang.

"Luhan?" ia berucap tanpa suara.

Apa ia tidak salah lihat? Atau ia masih berada dialam mimpi dan bertemu lelaki itu? Namun kemudian sesuatu yang dingin menyentuh keningnya. "Panasnya sudah turun" lalu Minseok mendengar Luhan berceloteh panjang menceritakan bagaimana lelaki itu menemukannya semalam hingga berakhir demikian.

"Jangan seperti itu lagi. Kau membuatku takut" mata rusa itu menatap mata Minseok cukup dalam membuat ia terkejut karena ketulusan dan kekhawatiran benar-benar terpancar dari sana belum lagi sambil meremas tangannya, dalam dirinya terjadi pergolakan batin dimana hatinya tersentuh dan ingin menangis.

Belum pernah sebelumnya seseorang merawat sepenuh hati seperti ini. Namun Luhan, orang yang baru dikenalnya, orang asing ini merawat sepenuh hati dan ketakutan hanya karena ia sakit.

"Terimakasih sudah merawat ku" tapi logikanya memenangkan. Walau ia merasa nyaman Luhan menggumam tangannya itu tidak benar, terlalu berlebihan dan tatapan Luhan yang seperti itu juga tidak boleh bertahan lama. Dengan pelan ia melepaskan tangannya dari tangan lain.

Ketika tangan Minseok terlepas dari tangannya. Itu seperti sesuatu miliknya di ambil paksa tapi karena tidak mau lelaki itu merasa tidak nyaman jadi Luhan tidak menunjukan perubahan raut wajahnya. Ia hanya menghela kecil, mencoba memahami keadaan dan memahami Minseok tentu saja.

"Jangan menangis seperti itu lagi... hatiku sakit melihatmu sepeti itu. Aku tidak bisa tidur karena kau menangis seperti bayi" Luhan berdeham diakhir kalimat, ia mendengar suaranya sendiri terasa bergetar dan dadanya sesak kembali mengingat bagaimana Minseok semalam.

Bukan hanya pria itu seakan menahan kerinduan tapi dalam rancaunya pun ia seperti menahan kesakitan bahkan tangan Luhan yang semalam di genggaman Minseok masih tersisa bekasnya. Sungguhan, itu erat sekali. Seakan ia takut ditinggalkan, sendirian.

"Kau sudah mengatakan itu dua kali" Minseok mengerutkan bibirnya "Jadi aku ini menakutimu atau menganggumu" katanya.

Oh, apa ia sudah mengatakannya dua kali?

"Dua-duanya. Kau mau tahu. Kau menangis seperti ini. Ya, Luhan-ah jangan pergi. Museowoooo. Luhan-ah, kajjimaaaaa. Huaaaa" cerita Luhan berlebihan. Membuat Minseok mengerutkan keningnya dan tanpa bisa di cegah ia melayangkan tangannya untuk memukuli Luhan yang jelas sekali sedang menggodanya namun tidak bisa dipungkiri kalau tawa kemudian terlepas dari belah bibirnya.

" Kotjimal" Minseok dengan brutal terus memukuli Luhan, karena Luhan juga tidak berhenti menggodanya malah semakin gencar menggoda Minseok hingga karena terlalu asik Luhan yang tidak sadar kalau kursi yang diduduki tidak memiliki sandaran jatuh kebelakang dan karena mereka tengah berpegangan tangan otomatis Minseok juga tertarik dan jatuh menimpa badan Luhan dibawahnya.

Minseok yang terlalu terkejut dan tidak siap dengan apa yang sedang terjadi tanpa sadar hanya memeluk perut Luhan saat keduanya melayang diudara dan akan menyentuh lantai.

Untuk sesaat karena rasa pusing keduanya terdiam sampai Minseok merasa sesuatu berdentum-dentum dalam dadanya seperti akan menjebol keluar.

Segera ia bergerak untuk bangkit apalagi mengingat kalau ia kini berada diatas tubuh Luhan memeluknya seerat ini. Oh, wajahnya memanas hanya tinggal berharap saja tidak memerah agar tidak canggung nanti.

Namun, sekali lagi sepertinya keberuntungan tidak berpihak kepadanya karena disaat yang sama saat ia mencoba bangkit Luhan juga melakukan hal yang sama dan sialnya tanpa sengaja salah satu kaki Minseok rupanya berada diantara kaki Luhan. Ia menyentuh sesuatu yang tidak seharusnya ketika tengah bergerak dengan gaduh untuk bangun.

Aduh. Minseok menyentuhnya dengan lutut itu. Seketika rasa sakit di punggung Luhan tidak terasa. Berganti dengan sesuatu yang bergeleyar dari ujung kaki sampai ujung kepala.

Rasanya benar-benar seperti sengatan listrik tegangan tinggi. Mana ia hanya memakai celana rumahan pendek dan tipis itu sama sekali tidak menolong meski bagian sensitifnya tertutup, rasanya sama saja.

"Maafkan aku. Astaga. Oh..." pria itu kehilangan kata-kata, wajah Minseok memerah dan itu juga tidak ada bedanya dengan dirinya.

Meski begitu tangannya tetap terulur untuk membantu Luhan berdiri. Mengabaikan rasa malu karena kakinya sepertinya sangat kurang ajar menyentuh sembarang. Sumpah sekarang kakinya gemetaran bukan main.

Padahal Luhan mengerang bukan karena sakit, kan dibawah terdapat karpet berbulu sehingga tidak begitu terasa meski kemudian tubuh Minseok juga menimanya.

Ya tentu saja karena Minseok menyentuhnya. Oh, itu membuat tubuhnya seperti terbakar seakan tersengat listrik tegangan tinggi.

"Kau membuat... Aduh sakit tubuhku" hampir Luhan menyebutkan kata-kata terkutuk yang pasti akan membuat keduanya semakin canggung. Ini saja wajah keduanya sudah bagai kepiting rebus. Merah padam luar biasa.

"Salahmu menggodaku"

"Tapikan apa yang aku katakan benar. Kau memang menangis seperti bayi"

"Kau mulai lagi" Minseok bedecak kesal saat Luhan kembali menggodanya tangannya kembali memukul punggung Luhan.

"Ya. Sakit!" pekik Luhan.

"Salahmu sendiri" Minseok tidak mau kalah.

Dan keduanya kembali bertengkar diatas tempat tidur hingga keadaan brantakan, sudah mirip kapal pecah.

"Hentikan, aku lelah" keluh Luhan seraya menjatuhkan tubuhnya diatas tempat tidur yang kemudian di ikuti Minseok disampingnya.

Yang tanpa diduga Minseok tertawa dan Luhan terpaku. Minseok tertawa lagi dan itu karena dirinya. Ada rasa bangga dan haru yang menyelimuti dirinya. Hingga ia mengulurkan tangannya dan memeluk Minseok yang membuat tawa lelaki itu terhenti.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Minseok gugup, matanya bergerak gelisah antara tangan Luhan dan wajah Luhan. Ia merasa ini salah tapi terlalu tubuhnya kaku untuk digerakkan.

Oh, keadaan macam apa ini? Bagaimana bisa mereka terjebak dalam keadaan seperti ini. Mereka sudah mirip seperti pasangan suami-istri yang baru bangun pagi saja. Eh, seperti apa?... Wajah Minseok kembali memerah.

"Apa?" Luhan semakin mendekatkan dirinya lalu mengulurkan tangannya. Saat Minseok akan menepis tangan Luhan, pria itu lebih cepat bergerak dengan menangkap tangan Minseok.

"Aku hanya ingin mengambil ini" ia menunjukkan bulu angsa yang tersangkut di rambut Minseok, ternyata salah satu bantal Luhan telah robek dan bulu-bulu yang mengisinya berhamburan keluar. Lagipula Luhan juga tidak mungkin mengatakan bahwa dia ingin mencium Minseok kan?

"Lagipula memangnya kau berpikir aku akan apa?" tanya Luhan berusaha sebiasa mungkin walau sebenarnya jantungnya berdentum tak karuan.

"Aku tidak berpikir apa-apa" sangkalnya dengan wajah merah. Oh tuhan ini masih pagi tapi Minseok sudah seperti baru dibakar dibawah sinar matahari saja. Pun ia belum melakukan apapun apapun. Keluar rumah juga belum.

"Jangan bohong. Kau pasti berpikir yadong" tuduh Luhan sembari menjauhkan dirinya, bersikap seakan dia yang akan diapa-apakan oleh Minseok padahal sejak tadi dirinya yang mengambil langkah untuk melakukan skinship dengan Minseok.

"Kau pikir kau ini semenarik apa? Ya tuhan. Meskipun kau cantik tapi aku tidak tertarik padamu" sergahnya kesal wajahnya merengut. Lucu sekali.

"Halah, kau aaja tadi menyentuhku dimana-mana. Disana juga"

Sialan. Luhan mengutuk dirinya dan segala mulit sialnya.

"Disana? Dimana... Ya tuhan. Aku tidak sengaja melakukannya. Dan itu bukan menyentuh namanya" rasanya Minseok itu benar-benar mirip anak gadis yang barusaja dituduh melakukan hal mesum. Padahal itu gurauan saja tidak perlu menjerit seperti itu kan?

"Astaga. Jangan berteriak seperti itu. Ah telingaku. Lagipula apa salahnya? Kau kan orang Korea bukankah kalian punya tradisi mandi bersama? Kurasa kau juga biasa melihat...

Belum sempat Luhan selesai berbicara wajahnya sudah kena pukul lagi oleh tangan Minseok. "Tidak sopan! Mulutmu itu suka sekali berbicara seperti itu. Jangan-jangan otakmu juga begitu"

"Aku tidak percaya kau sakit semalam. Yeah. Tubuhku pasti banyak yang memar" keluh Luhan dramatis. Tapi Minseok tidak terlihat peduli dia biasa saja hingga keduanya tertawa bersama lagi. Seperti dua anak kecil yang baru selesai bermain.

Luhan kecil tertawa terbahak-bahak. Padahal dia baru saja jatuh dari atas ranjang susunnya dan menimbulkan bunyi gedebug keras mengagetkan penghuni lainnya yang sedang membaca buku.

Ia lalu mengabaikan rasa sakitnya karena tangan kecil lain menariknya dan menyuruh ia berbaring bersebelahan dengannya. "Tidurlah disampingku saja" begitu katanya kemudian ia ditanyai apa yang sedang dilakukannya hingga jatuh.

Luhan kecil sendiri tidak tahu dia hanya inhin mencoba menjadi superhero tapi berakhir malang dengan jatuh. "Kalau badanmu sakit nanti malam katakan padaku ya. Aku akan merawatmu" katanya pada Luhan yang di angguki bocah itu dengan antusias.

"Minggsok-ah"

"Hmm?"

"Kalau badanmu sakit nanti malam. Katakan padaku ya. Aku akan merawatmu"

.

.

Jeng jeng jeng. Welcome back Xiuminnie. Uri fake maknae. Our fairy. My little snow. My king, my everything. Hehe. Aku balik lagi. Apa kabar semua. Ini untuk 12.12 EXO-L yang menyenangkan sekalian menyambut Chanyeol yang akhirnya muncul kembali. Sekali lagi selamat datang untuk Xiumin dati militernya. Semoga kita bisa ketemu ya. Hehe.